HARIAN.FAJAR.CO.ID, PANGKEP – Matahari perlahan tenggelam di ufuk barat. Gelap malam mulai merayapi Pulau Laiya, Kabupaten Pangkep, Sulsel. Cahaya lampu mulai terlihat di rumah-rumah warga. Namun gelap malam tak sepenuhnya hilang.
Di luar rumah, hanya ada beberapa lampu terpasang. Kelam malam sangat terasa. Saat malam hari, aktivitas warga sangat terbatas. Maklum, warga pulau hanya mengandalkan genset untuk penerangan. Itupun dipakai bersama-sama, kapasitas listriknya juga terbatas. Satu rumah hanya terpasang tiga lampu, di ruang tamu, dapur, dan teras.
“Lampu hanya menyala enam jam, pukul 23.00 genset sudah mati,” ujar Daeng Mantang, warga Pulau Laiya kala mengenang suasana malam di kediamannya, Sabtu, 2 November 2024.
Jika malam tiba, warga memilih tinggal di rumah. Tak ada yang bisa dikerjakan, apalagi hajatan. “Mau bagaimana lagi, waktunya (lampu menyala,red) memang terbatas,” ujar Daeng Mantang pasrah.
Namun situasi berubah drastis ketika sambungan listrik PLN masuk ke Pulau Laiya awal Oktober 2024 lalu. Warga pulau yang berada di gugusan Kepulauan Spermonde tersebut mulai menikmati listrik 24 jam. Setiap rumah dipasangi dua panel surya. Itu bisa menghasilkan daya 900 kilowatt hour (kWh).
Ibu tiga anak tersebut tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Sudah puluhan tahun ia menanti kehadiran listrik. Sama seperti di daratan, warga dapat menggunakan listrik kapan saja sesuai kebutuhan. Gaya hidup warga mulai berubah, mereka berbondong-bondong beli peralatan elektronik. “Saya langsung beli frezer,” ujar Daeng Mantang.
Bagi Daeng Mantang, frezer sangat penting. Ia berencana membuat es untuk kebutuhan suaminya melaut. Ikan hasil tangkapan suaminya bisa diberi es. Ia tak jauh-jauh lagi beli es di daratan Pangkep, bisa bikin sendiri. “Sekarang sudah bisa berhemat, biasanya beli es seharga Rp30 ribu,” sebutnya.
Hadirnya PLN membawa banyak perubahan bagi kehidupan Daeng Mantang. Warga lainnya, Daeng Taba juga mengungkapkan kegembiraannya. Ia benar-benar merasakan kehadiran listrik PLN ibarat oase di tengah gurun. Kini, aktivitas warga makin berkembang. Daeng Taba sudah bisa menggelar hajatan di malam hari. “Alhamdulillah, saya bisa gelar hajatan di malam hari,” tuturnya.
Berkat listrik nyala terus, warga makin produktif. Usaha kecil-kecilan milik Rismawati juga ikut berkembang. Ia sudah bisa jualan es dan minuman dingin lainnya. Aktivitas ekonomi berlangsung hingga malam hari. “Kalau begini terus, ekonomi warga makin berkembang,” cerita Rismawati tak henti-hentinya mengucap syukur.
Bagi warga di daratan, listrik biasa-biasa saja. Tinggal colok, aliran listrik mengalir kapan saja. Namun bagi mereka yang tinggal di pulau, listrik adalah kemewahan. Seperti yang dirasakan Rismawati, ia merasa baru benar-benar merdeka selama beberapa pekan terakhir. Selama ini, televisi di rumah Rismawati hanya digunakan saat malam hari.
Rismawati optimis kehidupan warga pulau makin sejahtera. Ia bersyukur karena PLN datang membawa asa. Rismawati tak ingin menikmati sendiri terangnya cahaya lampu dari setrum PLTS. Ia berharap pulau-pulau lainnya juga diperhatikan. “Biaya listrik juga makin hemat, hanya Rp70 ribu sudah bisa 24 jam. Sebelumnya bayar Rp150 ribu. Itupun (digunakan,red) enam jam saja,” klaimnya.
Sumber-sumber energi baru dan terbarukan sangat melimpah. Matahari bersinar nyaris sepanjang tahun. Angin juga berembus kencang. Kedua sumber energi terbarukan ini cocok digunakan untuk pengembangan pembangkit listrik skala kecil di pulau-pulau terpencil. Udara juga makin bersih, tak ada lagi asap genset yang mengepul setiap petang hingga menjelang tengah malam.
General Manager PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi (UID) Sulselrabar Budiono, mengatakan bahwa PLN terus menunjukkan komitmennya dalam memberikan akses listrik ke seluruh wilayah Indonesia, termasuk ke wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Menurut Budiono, pemasangan unit mikro pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) jadi bukti keseriusan PLN mewujudkan listrik berkeadilan bagi seluruh masyarakat. PLTS ini dikenal dengan nama Sorong Ultimate for Electrifying Surya untuk Negeri (SuperSUN). Meski menerobos gelombang laut, perjuangan itu tak sia-sia ketika melihat senyuman warga di balik cahaya lampu. “Makanya, listrik sangat vital dalam kehidupan sehari-hari,” tuturnya.
“Masyarakat juga dapat memanfaatkan listrik untuk berbagai aktivitas rumah tangga seperti menggunakan pompa air, kulkas, dan alat elektronik lainnya. Anak-anak juga bisa belajar di malam hari,” sambungnya.
Listrik bersih tersebut merupakan langkah nyata mendukung transisi energi yang berkelanjutan. Pakar Energi Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Andi Erwin Eka Putra, berharap pembangunan pembangkit EBT makin massif. Sebab saat ini Indonesia masih bergantung minyak impor. Sekitar 60 persen BBM yang digunakan, itu berasal dari impor. Maka wajar saja jika minyak dunia bergejolak, ekonomi di dalam negeri ikut goyang.
Jika pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) beroperasi, ketergantungan BBM makin menurun. Alasannya, pertama karena pembangkit tak lagi pakai BBM. Kedua, listrik yang dihasilkan bisa mendukung tumbuhnya ekosistem kendaraan listrik. “Otomatis penggunaan BBM akan berkurang. Kita akan mandiri energi,” bebernya.
Makanya, PLN telah membuat rencana jangka pendek terkait pengembangan EBT. Itu tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021 hingga 2030. Dengan RUPTL itu, PLN menargetkan realisasi EBT mencapai 30 persen pada 2030. (muhammad takdir)