Dalam Islam baiknya makanan dilihat dari ungkapan halalalan thayyiban wa barakatun. Makanan tidak sekadar melibatkan cita rasa dan keinginan untuk menyantapnya. Makanan dalam pandangan Islam harus dilihat kehalalannya. Halal tidak hanya dari segi materinya seperti daging bangkai atau minuman keras (haram zatnya), tetapi juga halal dari campuran pengolahannya. Dagingnya halal, tetapi minyaknya dari bahan haram, maka daging tersebut menjadi makanan haram (haram memprosesnya). Atau materinya halal campuran olahannya halal, namun di dapat dengan perolehan haram seperti mencuri atau korupsi, maka makanan yang dibeli dari perolehan haram menjadikan makanan haram, walaupun barangnya halal seperti ikan.
Makanan yang halal adalah makanan yang diperbolehkan untuk dikonsumsi menurut syariat Islam. Dalam Al-Qur’an, Allah Swt telah menjelaskan makanan-makanan yang dilarang (haram) dan yang diperbolehkan (halal) untuk umat Islam. Wajar kalau label halal pada makanan, minuman dan obat menjadi penting, karena hal tersebut menyangkut kepatuhan terhadap ajaran Islam dalam menetapkan standar tertentu dalam memilih makanan dan minuman berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dan hadis Nabi Saw. Label halal dapat memberikan rasa aman bagi konsumen Muslim, karena telah diperiksa dan disertifikasi oleh lembaga yang berwenang. Dengan adanya label ini, mereka tidak perlu meragukan kehalalan makanan atau bahan yang dikandungnya. Selain itu, label halal menunjukkan transparansi dari pihak produsen terhadap konsumen. Tidak kalah penting label halal menunjukkan adanya standarkesehatan dan hygienedan berkualitas tinggi, sehingga memberi manfaat kesehatan bagi konsumen secara umum.
Beberapa pekan lalu, kita dikejutkan kasus anggur jenis Shine Muscat asal Cina yang mengandung residu pestisida berlebihan seperti klorpirifos, triasulfuron, cyflumetofen, tetraconazole, dan fludioxonil yang berbahaya bagi Kesehatan. Mengonsumsi buah dan sayur sekarang ini memang serba dilema. Satu sisi kita butuh sayur dan buah untuk kebutuhan tubuh berupa vitamin dan mineral, namun di sisi lain keberhasilan produksi buah dan sayuran bernilai tinggi tidak dapat dipisahkan dari penggunaan pestisida. Hal ini menyebabkan peningkatan penggunaan pestisida di lahan pertanian, yang berkontribusi pada keberadaan residu bahan kimia berbahaya di tanah, air, udara, serta di permukaan tanaman, buah, dan sayuran. Aktivitas biosida berspektrum luas memiliki potensi risiko terhadap konsumen, baik dari segi kesehatan maupun lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan paparan pestisida dalam dosis rendah dalam jangka panjang dapat menyebabkan penyakit kronis seperti kanker, penyakit saraf seperti Parkinson, gangguan Reproduksi, Pernapasan, Diabetes, Kardiovaskular, kelainan bawaan, hingga kematian. Menurut Environmental Working Group (EWG), anggur termasuk dalam daftar “dirty dozen” (daftar buah sayur yang mengandung residu) bersama dengan stroberi, bayam, kale, dan peach, yang menempati lima teratas buah dan sayur paling terkontaminasi pestisida.
Jika kita merujuk makanan dalam pandangan Islam harus halalalan tayyiban, maka makanan yang berbahaya, seperti anggur di atas karena kandungan pestisidanya, masuk kategori tidak tayyib karena makanan tersebut tidak sehat dan tidak aman. Dalam Al-Qur’an, Allah Swt mengingatkan kita, “Hai sekalian manusia, makanlah dari apa yang ada di bumi yang halal dan baik, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan” (QS. al-Baqarah; 168).
Islam menekankan makanan harus thayyib, dimana makanan harus baik bagi kesehatan serta membantu menjaga tubuh tetap sehat dan bugar. Efek mengonsumsi makanan yang thayyib juga dapat membawa ketenangan pikiran dan meningkatkan kualitas ibadah serta membantu menjaga lingkungan dan memberi dampak positif bagi masyarakat. Wallahu a’lam. (*)