Oleh: Putri Indria Jayusman
Mahasiswa Magang di FAJAR dari Universitas Muhammadiyah Bone
Kabupaten Bone merupakan salah satu daerah yang memiliki pesona alam yang melimpah, yang sebagian merupakan bukti dan sejarah kehidupan masa lalu yang masih dipercaya hingga sekarang. Salah satunya adalah “Goa Mampu” yang terletak di Desa Cabbeng, Kecamatan Dua Boccoe, Kabupaten Bone.
Gua ini berjarak sekitar 35 kilometer dari Kota Bone, Watangpone, atau sekitar empat jam perjalanan dari Kota Makassar. Keberadaan Situs Arkeologi Goa Mampu menjadi saksi bisu peradaban prasejarah yang pernah menghuni wilayah ini. Ditemukan pertama kali pada tahun 1973, situs ini telah mengungkapkan keajaiban masa lampau melalui penemuan artefak-artefak kuno yang menggambarkan kehidupan manusia prasejarah.
Goa Mampu yang terletak di Desa Cabbeng ini dapat dijangkau dengan mudah karena kondisi jalan yang cukup baik. Gua ini berada di lereng gunung dan dikelilingi oleh pohon-pohon besar. Saat memasuki Goa Mampu, disarankan untuk membawa alat penerangan seperti obor atau senter. Diketahui bahwa kejadian yang berkaitan dengan Goa Mampu ini terjadi sekitar 1013 SM, tepatnya sebelum Islam masuk ke Kabupaten Bone.
Temuan Artefak Kuno
Para arkeolog yang melakukan penelitian di Goa Mampu telah menemukan berbagai artefak seperti alat-alat batu, keramik, dan benda-benda kuno lainnya yang memberikan gambaran tentang kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat prasejarah di daerah ini. Temuan-temuan tersebut menjadi bukti nyata keberadaan peradaban yang telah lama hilang namun meninggalkan jejak yang tak terlupakan.
Gerbang atau mulut Goa Mampu memiliki ukuran yang cukup kecil, dengan tinggi sekitar 1,20 meter dan lebar 3 meter. Setelah itu, pengunjung akan memasuki terowongan yang sangat kecil, sehingga harus membungkuk. Namun, hanya beberapa meter ke dalam, pengunjung akan menemukan ruangan yang sangat besar serta banyak terowongan lain yang bisa dijelajahi. Goa Mampu, yang juga dikenal sebagai “Liang Pitu Lapie” atau Gua Tujuh Lapis, terletak di lereng Gunung Mampu, Desa Cabbeng, Kecamatan Dua Boccoe.
Ketika hari libur tiba, objek wisata Goa Mampu ini banyak dikunjungi oleh wisatawan, baik dari kabupaten lain maupun turis mancanegara. Yang menarik dari objek wisata ini adalah adanya batu kapur yang tercipta oleh alam dan memiliki bentuk mirip berbagai jenis makhluk hidup, serta menggambarkan keadaan zaman dulu yang identik dengan bercocok tanam dan bertani.
Karena kondisi pencahayaan yang minim, disarankan bagi pengunjung untuk memiliki pemandu agar perjalanan wisata dapat berjalan dengan baik. Pemandu juga dapat menceritakan sedikit sejarah tentang gua ini.
Masyarakat setempat meyakini bahwa tempat ini adalah peninggalan Kerajaan Goa Mampu yang pernah ada pada zaman dahulu. Menurut cerita yang beredar di kalangan warga, kerajaan tersebut berkaitan dengan kutukan seekor anjing jadi-jadian.
Purna Bakti PLT KA UPTD Museum Lapawawoi, Anwar Hamzah menyebutkan, kutukan ini bermula saat putri raja dari Kerajaan Mampu sedang menenun seorang diri di teras rumah panggungnya. Tiba-tiba, alat tenun atau yang disebut masyarakat Bone sebagai “walida” milik putri raja terjatuh ke tanah. Putri raja melihat seekor anjing dan menyuruh anjing tersebut mengambil walidanya yang terjatuh.
Tak disangka, anjing itu menjawab permintaannya dengan bahasa manusia. Putri raja yang terkejut langsung pingsan dan berubah menjadi batu. Cerita ini berlanjut ketika orang-orang yang melihat kejadian tersebut juga tertimpa sial, tubuh mereka juga berubah menjadi batu. Masyarakat sekitar menyebut peristiwa ini sebagai “sijello to mampu,” yang berarti saling menunjuk.
“Masyarakat di sini meyakini bahwa jika masuk ke dalam Goa Mampu dan melihat batu yang mirip manusia, kita dilarang untuk menunjuk batu tersebut dan juga dilarang bertanya, untuk menghindari adanya kutukan yang berlanjut,” tutur warga lokal, Rabiah.
Dengan adanya cerita dari Goa Mampu ini, diharapkan dapat menarik banyak wisatawan, baik dari dalam negeri maupun mancanegara. Biasanya, mereka yang berkunjung tidak lupa untuk mengunjungi salah satu makam yang dipercayai sebagai makam Raja Mampu, dan tidak sedikit pula yang bernazar.
Menurut Anwar Hamzah, Goa Mampu sebagai warisan budaya, dengan segala misteri dan keajaibannya, tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari warisan budaya Indonesia yang patut dilestarikan dan dijaga keberadaannya. Sebuah perjalanan melintasi waktu dan ruang, mengungkapkan kebesaran peradaban prasejarah yang pernah ada di tanah Sulawesi Selatan.
Dia berharap bahwa keberadaan Goa Mampu dapat menjadi inspirasi bagi generasi masa kini dan mendatang untuk menghargai warisan nenek moyang kita. Situs ini menawarkan pelajaran berharga tentang sejarah dan kebudayaan Sulawesi Selatan yang perlu dilestarikan untuk kepentingan masa depan.
Dengan demikian, Goa Mampu tidak hanya menjadi situs arkeologi yang menarik untuk ditelusuri, tetapi juga menjadi simbol keberagaman budaya dan sejarah yang kaya di Indonesia. Keberadaannya memberikan kesempatan bagi kita untuk lebih memahami dan menghargai warisan nenek moyang kita yang telah mengukir jejak peradaban di masa lampau. (*)