English English Indonesian Indonesian
oleh

Maccudang-Cudangeng: Tradisi Leluhur di Sappewalie Setelah Panen

Oleh: Hasnah
Mahasiswa Magang Fajar dari Universitas Muhammadiyah Bone

Di tengah hamparan sawah hijau yang membentang luas di Desa Sappewalie, Kec. Ulaweng, Kab. Bone, Sulawesi Selatan, sebuah tradisi unik dan penuh makna masih dijaga dengan setia oleh masyarakat setempat.

Tradisi ini dikenal dengan nama “Maccudang-Cudangeng,” sebuah ritual yang dijalankan sebagai ungkapan syukur kepada Sang Pencipta atas hasil panen yang melimpah. Tradisi ini merupakan bagian dari rasa syukur dan penghormatan masyarakat kepada leluhur setelah panen. Kebiasaan turun-temurun yang disebut Maccudang-Cudangeng ini adalah ritual adat yang dilakukan setelah musim panen selesai. Dalam budaya Bugis, khususnya di Desa Sappewalie, ritual ini mengandung makna filosofis yang mendalam, yaitu sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang berlimpah. Selain itu, Maccudang-Cudangeng juga menjadi momentum untuk mempererat tali persaudaraan antarwarga desa.

Pada hari pelaksanaannya, masyarakat setempat berkumpul di tempat terbuka atau di sekitar permandian Cinnong, di mana pada bagian teratas tempat tersebut terdapat ‘Bunga Abbala’. Ritual ini diawali dengan doa-doa yang dipimpin oleh tokoh adat setempat. Mereka memanjatkan harapan agar panen berikutnya tetap melimpah, serta agar keselamatan dan kesejahteraan masyarakat terjaga. Makanan hasil panen, seperti padi, jagung, dan sayuran, disajikan sebagai simbol berbagi rezeki. Salah satu makanan yang selalu ada dalam tradisi ini adalah ‘bokong’, yang lebih kita kenal dengan sebutan ketupat. Kesederhanaan dalam penyajian makanan mencerminkan kearifan lokal dalam menjaga keharmonisan dengan alam.

Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Desa Sappewalie adalah Bunga Abbala. Bunga ini dianggap sebagai mata air kehidupan. Tak hanya itu, ‘Bunga Abbala’, yang dipercaya memiliki nilai spiritual, menjadi bagian penting dari keseharian warga. Mata air yang terletak di kawasan desa ini juga dianggap memiliki nilai spiritual bagi masyarakat setempat. Warga desa meyakini bahwa air dari Bunga Abbala dapat membawa berkah dan kesejahteraan bagi mereka.

Banyak kisah yang beredar di kalangan masyarakat tentang kekuatan mistis dari mata air ini. Konon, leluhur mereka sering melakukan ritual khusus di sekitar Bunga Abbala untuk memohon perlindungan dari kekuatan gaib serta kemakmuran bagi desa. Hingga saat ini, Bunga Abbala masih digunakan sebagai sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, mulai dari pengairan sawah hingga untuk minum dan kebutuhan rumah tangga, serta sebagai sumber mata air yang mengairi permandian Cinnong. Permandian Cinnong juga menjadi salah satu objek wisata yang selalu ramai dan merupakan salah satu tempat pilihan ketika akhir pekan.

Tradisi Maccudang-Cudangeng dan keberadaan Bunga Abbala adalah contoh bagaimana masyarakat Desa Sappewalie menjaga hubungan erat dengan leluhur dan alam sekitarnya. Meski zaman terus berkembang, mereka tetap setia pada adat dan kepercayaan yang diwariskan oleh para pendahulu. Setiap tahun, ritual ini menjadi pengingat bahwa manusia adalah bagian dari alam yang harus dijaga dan dihormati. Tidak hanya itu, tradisi ini juga menjadi daya tarik budaya yang membuat Desa Sappewalie istimewa di mata masyarakat Kabupaten Bone.

Dengan keberlanjutan tradisi ini, generasi muda di Sappewalie juga diajarkan untuk mengenal lebih dalam akar budaya mereka, sehingga kearifan lokal yang sudah diwariskan secara turun-temurun tetap lestari. Tradisi ini bukan hanya sekadar seremonial, tetapi juga mengandung nilai-nilai kebersamaan, spiritualitas, dan cinta terhadap alam. Dengan kesetiaan pada tradisi, desa ini tidak hanya mempertahankan identitasnya, tetapi juga menunjukkan bagaimana masyarakat lokal dapat menjaga keharmonisan antara manusia dan alam. (*)

News Feed