English English Indonesian Indonesian
oleh

Diplomasi Jenius dari Tiongkok untuk Meksiko

Oleh: Achmad Firdaus H.

Kandidat Doktor Hubungan Internasional dari University People’s Friendship of Russia

Sejak 2019 perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat menjadi isu besar, pada saat itu Presiden Donald Trump memberlakukan tarif impor yang sangat tinggi untuk barang-barang Tiongkok yang masuk ke Amerika. Langkah ini dianggap sebagai cara melindungi pasar Amerika yang mengalami defisit perdagangan akibat dominasi produk Cina. Tidak hanya itu, Tiongkok dituduh menjadi biang keladi terciptanya kikir intelektual teknologi yang masif dan mengakibatkan ketergantungannya Amerika ke barang-barang Tiongkok yang masuk.

Kebijakan tersebut berdampak signifikan terhadap perdagangan global, memaksa banyak perusahaan Amerika untuk mengalihkan pabrik-pabrik mereka dari Cina ke negara lain. Salah satunya Meksiko, dengan kedekatan geografisnya, menjadi pilihan utama bagi banyak perusahaan Tiongkok yang mencoba ‘menggoda’ Meksiko agar pabrik Tiongkok bisa dibangun disana.  Produsen-produsen Tiongkok pun melihat Meksiko sebagai alternatif strategis untuk tetap mengakses pasar Amerika Serikat tanpa harus terkena tarif tinggi. Investasi Cina di Meksiko mulai meningkat pesat, membuat negara tersebut mendapat julukan “New China”.

Diplomasi yang dilakukan oleh Tiongkok di Meksiko ini bukan tanpa alasan. Melalui perjanjian perdagangan bebas United States-Mexico-Canada Agreement (USMCA), barang-barang yang diproduksi di Meksiko dapat masuk ke pasar Amerika Serikat dengan lebih mudah tanpa dikenai biaya yang besar. Kesempatan ini menjadi peluang besar bagi Tiongkok untuk menghindari tarif yang diberlakukan langsung pada produk-produk asal Tiongkok. Dalam strategi ini, Meksiko tidak hanya menjadi mitra, tetapi juga “senjata rahasia” Tiongkok dalam perang dagang melawan Amerika Serikat. Terbukti, di tahun 2023 lalu raksasa otomotif Tiongkok BYD dengan memproduksi mobil listrik sudah mulai menancapkan pabrik di Meksiko.

Adapun permasalahan dalam investasinya, Produsen-produsen Tiongkok harus mematuhi regulasi lokal, termasuk jumlah tenaga kerja lokal dan asing yang harus dipekerjakan sesuai dengan undang-undang di Meksiko. Upah tenaga kerja di Meksiko juga lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya, seperti Vietnam, yang sebelumnya menjadi pusat manufaktur utama dunia. Permasalahan berikutnya adalah tentang budaya dan Bahasa yang mengakibatkan Produsen dan pekerja Tiongkok harus menyesuaikan diri demi menjaga akses ke pasar Amerika Serikat. Dengan strategi ini, Tiongkok berusaha “menyusup” ke pasar Amerika melalui jalur yang tidak konvensional.

Diplomasi jenius yang dilakukan Tiongkok di Meksiko memperlihatkan bagaimana perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat memaksa kedua negara untuk mencari cara baru dalam mengelola hubungan perdagangan. (*)

News Feed