“Sebenarnya ada istilah lama, bahkan ada dalam lagi kebangsaan. Yang harus dibangun dahulu adalah jiwa dan nalarnya,” kata Prayitno yang datang memberi sambutan mewakili Pemkab Maros.
Dengan makin masifnya hoaks, semua pihak mesti mewaspadai isu yang beredar di masyarakat. Tanpa kemampuan memilah informasi, seseorang akan sangat mudah menjadi sasaran hoaks.
Karenanya, pelatihan yang digelar KJS dalam bentuk Sekolah Kebangsaan merupakan bagian untuk menguatkan fondasi, khususnya kalangan muda alias Generasi Z. “Individu harus punya kemampuan menyaring informasi hoaks,” urainya.
Prayitno bahkan mengutip ayat dalam Al-Qur’an. Di dalam QS Baqarah: 191 disebutkan, fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Karenanya, hoaks yang sama saja dengan fitnah, termasuk dalam kategori dosa besar.
“Penyebar hoaks berdosa kepada korban, diri sendiri, dan Tuhan,” jelas Prayitno.
Begitu banyaknya hoaks, Diskominfo bahkan setiap hari merilis informasi hoaks. Langkah itu itu dilakukan untuk membendung penyebarannya yang begitu kencang di media sosial. Apalagi, salah satu ciri hoaks, biasanya menggunakan kalimat bombastis, misalnya “sebarkan” dan “viralkan”.
Jenis hoaks lainnya, kadang penyebar memunculkan kembali berita lama yang sudah tidak sesuai dengan konteks saat ini. Makanya, semua pihak harus mendorong dan menguatkan Masyarakat agar lebih kebal terhadap hoaks.
“Saya berharap, para peserta bisa lebih memahami pemilu dan hoaks politik. Hoaks politik sering menjadi sarana yang memengaruhi opini publik,” imbuh Prayitno.