PALOPO, FAJAR — Penasihat hukum pelapor, Hisma Kahman, menyayangkan keputusan Bawaslu Sulawesi Selatan yang menolak menindaklanjuti laporan dugaan penyalahgunaan ijazah Trisal Tahir.
Menurut Hisma, Bawaslu seharusnya memberikan dasar hukum yang jelas jika memang menolak laporan tersebut. Ia menilai alasan yang digunakan, yakni prinsip nebis in idem, tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Menurut saya, alasan nebis in idem sangat tidak tepat. Pasal 76 Ayat 1 KUHP menyatakan seseorang tidak boleh dituntut dua kali atas perbuatan yang telah diadili dan mendapat putusan tetap. Namun, kasus ini belum pernah disidangkan, sehingga belum ada putusan tetap,” jelasnya.
Hisma menjelaskan bahwa yang terjadi sebenarnya adalah kasus ini kadaluarsa karena aturan hukum pemilu hanya memberikan waktu 14 hari sejak penetapan tersangka untuk melanjutkan penyidikan. Menurutnya, tersangka yang dipanggil secara resmi tidak menghadiri panggilan, sehingga waktu penyidikan terbatas dan kasus berujung kadaluarsa.
“Kasus ini menjadi kadaluarsa karena keterbatasan waktu, bukan karena alasan nebis in idem,” tegas Hisma Kepada FAJAR Rabu, 30 Oktober 2024.
Hisma juga menjelaskan bahwa laporan yang dibuat oleh pelapor, Surahman Dahyar dan Junaid, berbeda dari kasus sebelumnya. Laporan ini berfokus pada keabsahan legalisir ijazah Paket C yang diduga tidak sesuai aturan. Berdasarkan Permendikbud No. 29 Tahun 2014 Pasal 2 Ayat 5, fotokopi ijazah Paket C dan surat keterangan lainnya harus dilegalisir oleh dinas pendidikan setempat, bukan kepala sekolah.