Isu ini juga menjadi perhatian peneliti dari jurnal Humanities & Social Sciences Communications, yang menyoroti dampak negatif AI terhadap mahasiswa di Pakistan dan Tiongkok. Penelitian tersebut menemukan bahwa AI meningkatkan kecenderungan kemalasan (68,9%), mengancam privasi (68,6%), dan mengurangi kemampuan mengambil keputusan (27,7%). Temuan ini menunjukkan bahwa AI memiliki sisi negatif yang perlu dikendalikan agar tidak merugikan perkembangan generasi muda di sektor pendidikan (https://www.dawn.com/).
Di Indonesia, isu ini relevan karena penggunaan AI yang semakin meluas di kalangan pemuda. Banyak mahasiswa yang memilih cara cepat seperti menyalin tugas dari AI tanpa memilah atau menganalisis isi secara mendalam, bahkan sering kali tanpa mencantumkan sumber yang tepat. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan “serampangan” dalam menggunakan teknologi dapat melemahkan kemampuan kritis, menjadikan pemuda lebih pasif atau “lemas”. Kondisi ini tentu mengkhawatirkan, karena pemuda yang mudah menyerah atau menghindari proses berpikir yang mendalam akan sulit menghadapi tantangan di masa depan.
Dari sudut pandang pendidikan, regulasi yang efektif untuk penggunaan AI di sektor pendidikan perlu segera disusun. Regulasi ini harus mampu menjaga kualitas pendidikan dan mencegah dampak negatif dari penggunaan teknologi secara tidak bijak. Teknologi, jika digunakan dengan tepat, memang sangat bermanfaat untuk mendukung pendidikan, namun pemuda harus tetap memelihara kemampuan berpikir kritis dan tidak mengandalkan teknologi semata.