Exogenous growth model diperkenalkan oleh Robert Solow, pemenang hadiah nobel ekonomi tahun 1987. Pendekatan Solow menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi jangka panjang hanya dipengaruhi oleh kemajuan teknologi. Dimana adaptasi dan adopsi teknologi tinggi meningkatkan productivity growth yang menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi tinggi secara berkelanjutan.
Kelemahan pendekatan exogenous growth model adalah teknologi tinggi yang digunakan di suatu perekonomian bersumber dari luar perekonomian bersangkutan. Kemajuan teknologi tidak bersumber dari kekuatan internal perekonomiannya.
Sementara endogenous growth model diinisiasi oleh Paul M. Romer, penerima hadiah nobel ekonomi tahun 2018. Romer menyatakan bahwa investasi dan tenaga kerja berdampak temporer pada pertumbuhan. Efeknya hanya dalam jangka pendek.
Pendekatan endogenous growth model menyatakan bahwa kemajuan teknologi dan pertumbuhan produktifitas harus bersumber dari kekuatan internal suatu negara. Dimana, kemajuan teknologi tergantung pada kemampuan inovasi yang ditentukan oleh intensitas kegiatan Research and Development (R&D) serta ketersediaan tenaga kerja terampil.
Kemampuan inovasi suatu negara bergantung pada stock of knowledge (banyaknya pengetahuan) dalam suatu perekonomian. Hal ini tercermin pada jumlah pendaftaran Hak Paten dalam perekonomian bersangkutan.
Selama ini terdapat kesenjangan dalam pendaftaran Hak Paten antara negara maju dan berkembang. Berdasarkan publikasi World Intelectual Property Rights Organisation (WIPO), sekitar 80 – 90 persen pendaftaran Hak Paten dilakukan oleh negara maju sejak tahun 2010. Sementara hanya 10 – 20 persen berasal dari Emerging Market Economies (EMEs).