English English Indonesian Indonesian
oleh

Ketika Pembekuan BEM Fisip Unair Dicabut

Oleh Aswar Hasan

Berawal dari pemasangan karangan bunga di tempat strategis BEM Fisip Unair. Dalam karangan bunga itu, tertulis “Selamat atas Dilantiknya Jenderal Bengis Pelanggar HAM dan Profesor IPK 2,3 sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik yang Lahir dari Rahim Haram Konstitusi”. Di bawah foto Presiden tertulis ”Jenderal TNI Prabowo Subianto Djojohadikusumo (Ketua Tim Mawar)”, sedangkan di bawah foto Wakil Presiden tertulis ”Gibran Rakabuming Raka, B.SC (Admin Fufufafa)”. Di bagian terbawah tertulis” Dari: Mulyono (Bajingan Penghancur Demokrasi)” (Kompas, 29/10-2024).

Ucapan itu, menurut BEM FISIP Unair, adalah karya seni satire sebagai ekspresi kekecewaan atas rentetan fenomena selama Pemilu 2024. Akibat pemasangan karangan bunga yang redaksinya sedemikian itu, pihak Dekanat Fisip Unair akhirnya mengambil tindakan. Presiden BEM FISIP Unair mendapat surat elektronik pemanggilan dari Ketua Dewan Etika untuk klarifikasi pemasangan karangan bunga. Keesokan harinya, pengurus BEM FISIP Unair memenuhi panggilan Dewan Etika dan mengakui bahwa mereka yang memasangnya. Pada Jumat sore, terbit surat pembekuan kepengurusan. Dekanat membekukan sementara kepengurusan BEM.

“Yang dibekukan hanya pengurus inti, yakni presiden, wapres, dan satu menteri BEM. Hal itu pun  jadi viral dan menarik perhatian sampai pusat.”

Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Brodjonegoro meminta Rektorat Unair untuk mencabut surat pembekuan kepengurusan BEM FISIP. Aksi kritik mahasiswa dinilai masih dalam kaidah kebebasan berpendapat dan berekspresi. Satryo mengungkapkan, dirinya sudah menghubungi dan meminta Rektor Unair Mohammad Nasih untuk menyelesaikan persoalan di FISIP Unair. Pesan itu disampaikannya pada Minggu (27/10) malam saat kasus ini mencuat ke publik.

Satryo menegaskan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti-saintek) menghormati otonomi perguruan tinggi. Kondisi kebebasan akademik di kampus-kampus di Indonesia tergolong baik.

Kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagai bagian dari kebebasan akademik perlu dijunjung tinggi perguruan tinggi. ”Saya minta bapak-ibu rektor jaga dengan baik karena kebebasan itu harus dibarengi akuntabilitas dan tanggung jawab pada publik,” ujarnya.

Ujaran bapak menteri tersebut patut diacungi jempol. Berbeda dengan sebagian rektor yang justru menjadi kaki tangan represif otoritarianisme karena kekuasaan. Ujaran Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi yang baru menjabat itu, merupakan angin segar bagi atmosfer Kebebasan akademik di Perguruan Tinggi.

Dalam pada itu Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) menilai pembekuan oleh dekanat merupakan tindakan represif dan antidemokrasi ”Pembekuan itu tanpa alasan, tak masuk akal, serta melawan hukum dan hak asasi manusia,” Pembekuan kepengurusan BEM Unair melukai kebebasan akademik yang diakui negara. UU Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pendidikan Tinggi menyebut, sivitas akademika dilindungi dan dijamin negara untuk penikmatan kebebasan mimbar akademik dan otonomi keilmuan di perguruan tinggi.

Narasi satire BEM FISIP Unair jadi bagian pemikiran kritis sebagai budaya paling dasar perguruan tinggi. ”Pertimbangan Dekan FISIP (ketika melakukan pembekuan) BEM Unair merefleksikan budaya feodalisme kampus, akar masalah tumpulnya budaya kritis atas realitas sosial,”  (sebagaimana diberitakan Kompas). Wallahu a’lam bisawwabe.

News Feed