English English Indonesian Indonesian
oleh

UMKM Belum Berdaya, Produksi Tak Menentu

Untuk penginapan, ada harga tertentu yang disepakati bersama. Mulai Rp250 ribu per malam, itu sudah paket dengan makan dan minuman.  Namun, ada juga penginapan yang tidak menyiapkan makanan dan minuman.

Hanya saja, sejauh ini masyarakat masih sebatas menyiapkan fasilitas untuk wisatawan saja. Belum ada produk kuliner atau kerajinan tangan khas yang bisa menjadi ikon Rammang-rammang. Padahal, jika  ada produk yang diciptakan masyarakat setempat sebagai oleh-oleh, itu akan menambah pundi-pundi baru masyarakat setempat.

Selama ini, sudah ada kelompok masyarakat yang memproduksi keripik dan kue tradisional. Hanya saja, pemberdayaan dan pengembangan Usaha Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) belum maksimal. Produk-produk yang dihasilkan kelompok masyarakat tak optimal, produksi tidak menentu.

Pegiat Pariwisata Maros,  Muhammad Ikhwan menuturkan warga setempat sempat memproduksi keripik ikan dan keripik sayur. Ada dua kelompok usaha.  Namun pasca pandemi Covid-19, rumah produksi  pembenahan. Produksi pun ikut terhenti. Warga Desa Salenrang ini mengaku kendalanya saat ini adalah alat produksi yang tidak ada.

“Bantuan ada dari pemerintah tetapi tidak tepat sasaran. Terkadang lain yang diminta, lain juga yang terealisasi,”ujarnya.

Selama ini, lanjutnya, kebanyakan pemerintah memberikan pelatihan-pelatihan pengemasan, diminta mengembangkan produk lokal yang justru sudah diketahui masyarakat. Sehingga, bantuan yang diberikan bukan kebutuhan masyarakat setempat. 

Ia menyarankan, agar tak lagi menggunakan konsep pemberdayaan dalam pengelolaan ekowisata Rammang-rammang, akan tetapi menggunakan konsep pelibatan masyaratakat. “Itu tadi, ada banyak sekali bantuan tetapi tidak sesuai kebutuhan. Karena tidak ada pelibatan,” ujarnya.
 
Mantan Ketua Pokdarwis Maros ini menambahkan, perputaran uang di Rammang-rammang capai Rp9 miliar per tahun. Itu merupakan potensi yang sangat besar. “Kami harusnya lebih prioritas dibanding wilayah ain. Selama ini kami berkembang sendiri tanpa membebani pemerintah kok. Jangan setelah berkembang minta hasil dari sini,” tambahnya.

Direktur BUMDES Appakabaji Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Ariansar Anwar SM kepada FAJAR, Jumat 27 September 2024 menuturkan sejauh ini warga yang bermukim di kawasan Rammang-rammang  kerap menghasilkan  aneka kerajinan tangan seperti caping dan tikar. Juga ada keripik mujair.

Hanya saja, produksi dilakukan tidak continue. Baru diproduksi jika ada pesanan. Sehingga, kata dia, tidak terlalu nampak jika ada produk UMKM warga setempat. “Sebab, kalau diproduksi untuk dipajang, warga khawatir tidak laku. Pada akhirnya tidak kembali modal,” ujarnya.

Padahal, lanjutnya, ada banyak potensi produk yang bisa dikembangkan, seperti  kuliner. Sisa memanfaatkan bahan baku yang sudah ada. Ia mengaku kendala dalam memunculkan potensi UMKM, adalah pemasaran. Sehingga, itu yang harus didorong, bagaimana memasarkan produk warga yang efektif dan berkelanjutan.

“Kita mau di setiap dermaga ada penjual kuliner khas yang menjadi oleh-oleh. Kita mau melibatkan kelompok perempuan yang sudah ada,” ujarnya.

Sejauh ini, tambahnya, Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Appakabaji Maros hanya memberikan support untuk kegiatan-kegiatan positif seperti mendorong pelatihan-pelatihan  yang berbasis peningkatan penunjang wisatawan, pelestarian budaya hingga kesejahteraan berbasis masyarakat.

News Feed