MAKASSAR, FAJAR- Rammmang-rammang merupakan salah satu ikon pariwisata Sulsel yang kini menjadi objek wisata internasional. Kehidupan tradisional masyarakat dan panorama alam yang memukau menjadi daya tarik bagi turis asing.
Objek wisata yang dirintis sejak 2007 ini berlokasi Desa salenrang kecamatan bontoa. Menawarkan gugusan pegunungan karst yang menawan. Bahkan, rangkaian pegunungan karst diklaim terbesar dan terindah kedua di dunia setelah kawasan karst cina Selatan.
Pengunjung bisa menikmati pemandangan yang menakjubkan dengan menyusuri sungai pute menggunakan perahu tradisional, menikmati suaana kampung berua yang asri hingga menjelajahi gua-gua yang ada di kawasan tersebut.
Rammang-rammang bisa lestari, hijau dan semakin indah berkat perjuangan masyarakat setempat. Selain merawat dan menjaga kelestarian lingkungan Rammang-rammang, warga juga menolak industrialisasi masuk. Padahal, kawasan tersebut punya potensi bisnis yang besar jika dikembangkan, termasuk pertambangan.
Sebelum menjadi destinasi wisata, pada 2007-2009, lokasi tersebut masuk dalam pemetaan sebagai kawasan tambang batu gamping dan marmer. Bahkan tiga perusahaan tambang sudah kantongi izin untuk melakukan eksplorasi dan siap menambang.
Setelah perjuangan panjang masyarakat, perusahaan tambang tersebut terusir. Tahun 2013, dilakukanlah eksplorasi pengembangan wisata karst Rammang-rammang. Masyarakat didukung pemerintah sudah berkomitmen untuk menjaga area tersebut sebagai kawasan konservasi. Tidak ada pembangunan fisik atau modern yang berpotensi merusak habitat dan lingkungan.
Kini, destinasi tersebut sudah mendunia. Selalu ramai dikunjungi turis mancanegara dari berbagai belahan dunia. Kunjungan terus meningkat setiap tahunnya. Data yang diperoleh dari Dinas Pariwisata Maros, tahun 2022 total kunjungan wisatawan ke kawasan Rammang-rammang 51.540 orang. Itu meningkat di 2023 menjadi 57.975 kunjungan.
Meningkatnya angka kunjungan di kawasan Rammang-ramang tentu menjadi potensi ekonomi masyarakat sekitar yang bermukim di wilayah tersebut. Bayangkan saja, perputaran uang di kawasan wisata tersebut berkisar Rp9 miliar per tahun. Itu mencakup total transaksi untuk keseluruhan pengunjung. Dengan angka fantastis tersebut, selain bisa menggeliatkan pendapatan asli bagi desa, juga mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.