Bahan bakar bersih yang disuplai Pertamina memungkinkan operasional bisnis berjalan lebih optimal dan berkelanjutan. Targetnya, bisa mengurangi emisi karbon hingga 85 persen. Tujuan akhirnya tentu saja mencapai net zero emission pada 2060.
Vanda yakin standar ESG yang diterapkan PT Vale makin mudah tercapai. Pihaknya ingin menjadi pelopor pertambangan berkelanjutan di semua operasinya. Uji coba penyediaan HVO saat ini dilakukan di Sorowako. Awal November akan dievaluasi, jika hasil HVO positif, akan diperluas ke proyek-proyek lain yang masih dalam tahap pengembangan.
“Kami akan melihat perkembangannya sebelum melangkah ke tahap selanjutnya,” kata Vanda.
Makanya, manajemen PT Vale sangat optimis bisa mengurangi emisi karbon. PT Vale Indonesia tak pernah lalai akan keseimbangan lingkungan. Selalu menerapkan pertambangan berkelanjutan. Alam kembali dipulihkan setelah melakukan eksploitasi di setiap wilayah pertambangannya. Perusahaan ini mampu menanam 700 ribu bibit pohon baru setiap tahunnya.
Makanya, jangan melihat praktik pertambangan dari sisi dampak lingkungan saja. Bila melihatnya dari satu sudut pandang saja, aktivitas itu tak baik untuk lingkungan. Pasti ekosistemnya rusak. Namun coba meneropong dari perspektif berbeda. Perusahaan ini menyumbang lebih dari 50 persen ekspor Sulsel. Sangat besar daya ungkitnya ke pertumbuhan ekonomi Sulsel.
PT Vale adalah aset ekonomi Sulsel. Makanya, stigma praktik dirty nickel atau pertambangan kotor harus ditepis. Stigma ini menyematkan persepsi jika perusahaan tambang membawa dampak buruk bagi lingkungan dan kualitas kehidupan.