HARIAN.FAJAR.CO.ID, MAROS — Kopi karst di pernah berjaya pada 1920-an. Kopi dataran rendah tersebut pernah menjadi komoditas dagang utama VOC.
Meski pernah berjaya, kopi karst nyaris punah. Pada 1990-an, masyarakat memilih komoditas jangka pendek. Kini, kopi jenis Robusta tersebut dihidupkan kembali oleh komunitas dan masyarakat di Desa Mangeloreng, Kecamatan Bantimurung, Maros.
Tahun-tahun 1920-an, Kopi Karst tumbuh di mana-mana. Tumbuh di kaki gunung hingga sela-sela batu karst. Kopi tersebut sangat unik. Biasanya kopi tumbuh di dataran tinggi. Namun di Maros, kopi jenis Robusta ini justru tumbuh di dataran rendah. Bahkan tumbuh subur di sekeliling batu karst.
Kopi karst sebenarnya sudah ada sejak 1858. Dibudidayakan pedagang berkebangsaan Belanda, Jacob David Mathijs Mesman. Informasi itu diketahui dari buku Reisen in Celebes yang ditulis antropolog dan biolog berkebangsaan Inggris, Alfred Russel Wallace.
Dari tangan dingin Jacob David Mathijs Mesman, kopi karst menjadi komoditas dagang yang berjaya di masanya. Kejayaan kopi karst pada 1920-an, sudah bisa bersaing dengan kopi Enrekang dan Toraja.
Namun sejak 1920-an, tanaman kopi mulai tak terawat lalu akhirnya ditinggalkan petani. Pohon kopi terbengkalai, petani beralih ke tanaman jangka pendek. Padi, jagung, dan kacang jadi pilihan. Panennya setiap tiga bulan, petani dapat menghasilkan uang simultan dari tanaman palawija tersebut.
Perkembangan tanaman palawija memicu masalah baru. Petani makin sering menggunakan pupuk kimia dan pestisida . Itu bisa menjadi ancaman bagi manusia, juga tidak ramah terhadap lingkungan.