Dari masalah tersebut, Celebes Heritage Coffee (CHC) menghidupkan kembali kejayaan kopi karst yang nyaris punah. Kopi ini penuh dengan nilai-nilai sejarah. Kopi ini juga tumbuh di dataran rendah di sela karst yang berfungsi sebagai penampung air.
Perjuangan komunitas CHC membuahkan hasil. Petani kembali bergairah menanam kopi warisan VOC tersebut. Apalagi harga kopi makin mahal, bahkan jadi komoditas rebutan pedagang. Komoditas ekspor ini sedang naik daun beberapa bulan terakhir. “Petani perlahan kembali pagi ke kebun kopi yang ditinggalkan,” ujar Iswadi A. Makkaraka, Direktur CHC.
Sebelum kopi karst bangkit kembali, Iswadi menerawang di antara tebing karst di Maros. Dia melihat sisa-sisa pohon kopi Robusta di sela-sela bebatuan. Pohon itu berdiri seperti hendak meranggas. Akar muncul menembus cela batuan. “Inilah alasan mengapa ekosistem dan nilai konservasi kopi kembali dibangkitkan seperti sedia kala,” katanya.
Sekarang, kopi naik daun lagi. Minum kopi bak jadi gaya hidup. Kondisi ini, bisa jadi momen bagi warga menanam kopi di antara tanaman jangka panjang atau jangka pendek lain. Selain menghasilkan secara ekonomi, sekaligus konservasi.
Kini, produksi kopi mulai bergeliat. Iswadi bermimpi kelak kopi karst menjadi yang terbaik di Sulsel. Setidaknya bisa menyamai kopi Kalosi dan Toraja. Dalam catatan BPS Sulsel, produksi kopi Maros mencapai 218,70 ton pada 2019. Kemudian 2024 produksi kopi Maros diperkirakan di atas 250 ton.
“Khusus kopi karst, produksi pada 2023 lalu baru 80 kilogram,” ujar Iswadi.