Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak tantangan yang dihadapi oleh para pendidik dalam menyampaikan materi ajar. Salah satu tantangan terbesar adalah perbedaan gaya belajar dan kemampuan kognitif siswa. Dalam satu kelas, guru mungkin menghadapi siswa yang sangat cepat memahami materi, sementara siswa lain kesulitan mengikuti. Desain didaktis membantu guru dalam merancang pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan setiap siswa, memungkinkan pendekatan yang lebih individual.
Selain itu, tantangan lain dalam pembelajaran adalah adanya learning obstacle, yaitu hambatan belajar yang dihadapi siswa saat berhadapan dengan konsep-konsep sulit. Hambatan ini dapat berupa miskonsepsi atau pemahaman yang salah terhadap materi tertentu. Misalnya, dalam penelitian yang dilakukan oleh Jalali, Ikram & Irawan (2017), ditemukan bahwa mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) mengalami kesulitan dalam memahami konsep pecahan. Hambatan ini bukan hanya terjadi di tingkat sekolah dasar, tetapi juga meluas hingga ke pendidikan tinggi.
Desain didaktis berperan dalam mengatasi hambatan ini dengan cara menyajikan materi secara lebih terstruktur dan disesuaikan dengan cara berpikir siswa. Misalnya, pada pembelajaran pecahan, guru dapat menggunakan alat peraga visual atau metode praktis seperti manipulatif untuk membantu siswa membayangkan dan memahami konsep part-whole. Penelitian oleh Bruce, Chang, dan Flynn (2013) menegaskan bahwa penggunaan alat peraga dan visualisasi dalam desain didaktis membantu siswa memvisualisasikan konsep matematika yang kompleks dan abstrak, sehingga mengurangi kesalahan konsep.