Tapi jika di awal kepemimpinan Bapak sudah salah langkah, bagaimana kami bisa berharap perbaikan untuk desa-desa itu? Atau jangan-jangan, urusan desa akan terus menunggu sampai semua acara haul keluarga Bapak selesai?
Kalau memang Bapak lebih tertarik mengurus tasyakuran daripada desa-desa tertinggal, mungkin ada baiknya dipikirkan kembali: Apakah jabatan menteri benar-benar pilihan yang tepat untuk Bapak?
Jangan sampai, Bapak lebih sibuk bikin undangan haul daripada menjalankan tugas negara.
Pak Menteri, ini bukan sekadar masalah teknis atau administratif, ini soal moral. Kementerian Desa bukan panggung keluarga Bapak, dan jabatan menteri bukan alat untuk mendongkrak urusan pribadi.
Kami, rakyat biasa, menanti dengan harapan besar. Semoga Bapak segera paham bahwa jabatan publik itu untuk melayani, bukan untuk dipakai semaunya.
Sebelum acara haul berikutnya, tolong ingatkan diri sendiri, Pak: desa-desa tertinggal yang menjadi tanggung jawab Bapak jauh lebih penting dari urusan tasyakuran. (*)
Makassar, 23 Oktober 2024
*Penulis adalah aktivis Kopel Indonesia