FAJAR, MAKASSAR– Penggunaan money politics dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 tak terelakkan. Setidaknya tergambar dari survei yang dilakukan General Survei Indonesia (GSI).
Survei dilakukan PT General Survei Indonesia (GSI) terkait politik uang yang berpotensi terjadi di Pilkada Sinjai. Hasil survei menunjukkan ada 72,5 persen warga Sinjai yang bersedia menerima uang, berapapun jumlahnya.
“Mereka siap menerima dengan variasi nilai dari Rp50 ribu hingga Rp250 ribu,” beber Direktur Riset PT. GSI, Muhammad Ridwan dalam diskusi politik “Pilkada Sinjai, Bisakah Tanpa Money Politik?” di Baji Kafe, Sabtu (19/10/2024).
Menurut Ridwan, sebanyak 45,1 persen responden mengaku menerima uang/barang dan memilih calon pemberi, sementara 24,6% menolak. Sedangkan 15,7% menerima uang/barang namun belum tentu memilih, dan 14,8% tidak tahu.
“Untuk preferensi barang, 76,9% memilih sembako, sementara pilihan lainnya termasuk mukenah/jilbab, sarung, dan suvenir kecil,” ungkapnya.
Karena itu, masyarakat dan pemilih diingatkan untuk mewaspadai dampak hukum dari praktik politik uang, baik yang memberi maupun menerima, seperti amplop atau barang yang dapat memengaruhi pilihan.
Pakar Komunikasi Unhas, Dr Andi Lukman Irwan menegaskan pentingnya perhatian pemilih terhadap larangan ini. Menurutnya, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 mengatur dengan ketat soal politik uang.
“Siapa pun yang menerima uang atau bingkisan yang memengaruhi pilihannya, dapat diancam hukuman pidana dan denda,” ungkap Lukman. Ia menegaskan bahwa kandidat yang menggunakan politik uang menunjukkan kurangnya ide dan kemampuan untuk membangun daerah.