English English Indonesian Indonesian
oleh

Revolusi Diskursus: Menghapus Stigma Difabel dalam Perspektif Michel Foucault

Oleh: Muhammad syarif
Mahasiswa UNM

Stigma terhadap penyandang difabel masih menjadi masalah signifikan dalam masyarakat. Banyak yang menganggap mereka “kurang” atau “tidak normal,” menciptakan stereotip yang merugikan. Pandangan negatif ini berakar dari berbagai mekanisme sosial dan budaya yang terus berlangsung.

Dalam konteks sosial budaya, difabel sering kali dipandang melalui lensa keyakinan kuno atau interpretasi moral, di mana mereka dianggap sebagai hasil dari karma buruk.

Hal ini semakin memperkuat labelling yang menempatkan penyandang difabel sebagai individu yang tidak mampu atau menjadi beban.

Label “tidak normal” muncul dari standar masyarakat tentang tubuh dan pikiran. Pelabelan ini menciptakan tantangan bagi penyandang difabel dalam beraktivitas sehari-hari.

Media juga berperan dalam memperkuat stigma dengan menggambarkan difabel sebagai objek belas kasihan atau pahlawan yang mengatasi keterbatasan mereka, tetap menempatkan mereka dalam kategori “lain.”

Teori Michel Foucault tentang wacana dan kekuasaan membantu kita memahami bagaimana stigma terbentuk dan dipertahankan.

Foucault mengemukakan bahwa kekuasaan tidak hanya dimiliki oleh negara, tetapi tersebar dalam hubungan sosial, beroperasi melalui pengawasan dan pengetahuan.

Kekuasaan membentuk cara kita memahami normalitas. Dalam konteks difabel, institusi seperti rumah sakit dan sekolah menciptakan dan memperkuat gagasan tentang “normal” dan “tidak normal.” Ini menjadikan penyandang difabel sebagai subjek yang perlu diatur atau “diperbaiki.”

News Feed