FAJAR, MAKASSAR-Ada tujuh syarat pemilihan yang berintegritas, seperti yang diungkapkan mantan Ketua DKPP RI, Prof Muhammad. Salah satunya adalah lembaga survei yang independen. Poin lainnya mencakup regulasi yang jelas dan tegas, peserta pemilu yang taat aturan, pemilih yang cerdas dan partisipatif, birokrasi yang netral, serta penyelenggara pemilu yang berkualitas dan berintegritas. “Perguruan tinggi dan masyarakat sipil yang kritis dan peduli,” jelasnya.
Selain itu, dia juga menyebutkan bahwa lembaga survei, secara ideal-normatif, seharusnya netral, independen, dan berperan mencerahkan masyarakat sebagai bagian dari pendidikan politik. “Maju tak gentar membela yang benar,” katanya.
Namun, secara aktual-empirik, lembaga survei sering kali bersifat partisan, memihak, dan menggiring opini. “Maju tak gentar membela yang bayar,” papar Dosen FISIP Unhas ini saat Seminar Nasional Pilkada Tahun 2024 dengan tema “Peran Lembaga Survei dan Dinamika Demokrasi Lokal di Indonesia Tahun 2024” yang dilaksanakan Pusat Penelitian (Puslit) Opini Publik Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM), bekerja sama KPU Sulsel, di Gedung Ipteks Unhas, Makassar, Kamis, 17 Oktober 2024.
Pada seminar itu hadir Anggota KPU RI, Idham Holik; Ketua KPU Sulsel, Hasbullah; Ketua Bawaslu Sulsel, Mardiana Rusli; Mantan Ketua DKPP, Prof Muhammad, Litbang Kompas, Pengamat Politik Unhas, Hasrullah; serta sejumlah komisioner KPU kabupaten.
Dia mengibaratkan telepon koin; siapa yang memasukkan koin berhak menggunakan selama durasi dan untuk kepentingannya. “Itulah yang terjadi pada lembaga survei kita. Metodologi sering kali diabaikan dan disesuaikan dengan kepentingan calon tertentu, sehingga hasil survei yang muncul justru menggiring opini. Bahwa orang ini hebat, sedangkan orang itu tidak kompeten, padahal itu semua hasil manipulasi,” ungkapnya.