Oleh: Muhammad Syarkawi Rauf (Ketua KPPU RI 2015 – 2018)
HARIAN.FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — The Royal Swedish Academy of Science pada Senin, 14 Oktober 2024 menganugrahkan Nobel ekonomi kepada tiga ekonom, yaitu: Daron Acemoglu dan Simon Johnson dari Massachusetts Institute of Technology, Cambridge, USA, serta James A. Robinson dari University of Chicago, IL, USA.
Kontribusi utama ketiganya adalah mampu menjelaskan secara gamblang dari sudut pandang institusi sosial terjadinya perbedaan antara negara kaya dan miskin. Ketiganya melihat adanya keterkaitan antara institusi sosial dengan kesejahteraan dan menjawab pertanyaan mengapa perbedaan institusi sosial antar negara bersifat persisten serta bagaimana institusi sosial berubah.
Negara miskin karena institusinya bersifat ekstraktif, yaitu sistem ekonomi dan politik negara bersangkutan memusatkan kekuatan dan sumber daya pada sekelompok kecil elit. Sementara, negara kaya karena memiliki institusi yang inklusif, yaitu institusi yang mampu memberikan manfaat kepada semua kelompok masyarakat.
Persistensi perbedaan institusi antara negara kaya dengan miskin menyebabkan transformasi struktural di negara miskin menjadi negara kaya tidak membuat negara miskin dapat menyalip negara kaya. Faktanya, saat ini, 20% negara terkaya memiliki kekayaan 30 kali lipat dari kekayaan 20% negara termiskin.
Ketiga pemenang Nobel ekonomi 2024 menunjukkan bahwa beberapa negara yang secara geografis, iklim, etnis, sejarah, budaya, makanan, dan bahkan seni musik yang sama tetapi memiliki tingkat kesejahteraan berbeda. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan sistem politik, ekonomi dan hukum antar negara.