English English Indonesian Indonesian
oleh

Mengenal Prof Alif, Peneliti Unhas Masuk Ilmuwan Berpengaruh Dunia: Membangun Ekosistem Riset Global

Di tengah tantangan yang dihadapi oleh banyak peneliti, Prof. Dr. Muhammad Alif K. Sahide dari Universitas Hasanuddin (Unhas) muncul sebagai sosok penting yang membentuk ekosistem penelitian di bidang kehutanan. Dengan reputasi yang kuat, ia telah menjadi panutan bagi banyak peneliti muda.

DEWI SARTIKA MAHMUD, Makassar

Sebagai Ketua Program Studi Doktor Ilmu Kehutanan, Prof. Alif tidak hanya berperan dalam menghasilkan penelitian berkualitas, tetapi juga dalam membantu para dosen menyusun naskah jurnal untuk dipublikasikan di jurnal internasional. 

Kepemimpinannya di bidang ini diakui secara luas, dan ia aktif terlibat dalam berbagai organisasi penelitian nasional dan internasional. 

Ia juga menjabat sebagai anggota dewan editorial di beberapa jurnal terkemuka di bidang kehutanan dan lingkungan.

Prof. Muhammad Alif menjelaskan bahwa timnya menerima naskah penelitian dan melalui proses diskusi mendalam, mereka mengevaluasi bagian mana yang perlu diperbaiki sebelum melanjutkan proses penerbitan. 

“Kami memastikan naskah yang kami terima layak untuk diterbitkan dan siap bersaing di level internasional,” ujarnya. 

Ini menunjukkan komitmennya terhadap standar tinggi dalam penelitian. Pendekatan yang diambilnya tidak hanya mengedepankan kualitas, tetapi juga kolaborasi antara peneliti. Hal ini menciptakan sinergi yang positif dalam ekosistem penelitian di Unhas.

Banyak peneliti di Unhas yang telah merasakan manfaat dari bantuan Prof. Muhammad Alif.

Mereka berhasil menerbitkan penelitian di jurnal internasional berkat dukungan dan bimbingannya.

Prof. Alif menyelesaikan studi doktoralnya di iye University of Goettingen. Sejak itu, ia aktif mengembangkan keahlian di bidang pengelolaan sumber daya alam dan kebijakan kehutanan.

Dengan latar belakang yang kuat dalam analisis pengelolaan sumber daya alam, Prof. Muhammad Alif memfokuskan penelitiannya pada dampak sosial dan politik dalam pengelolaan kehutanan. 

Ia telah menerbitkan lebih dari 50 artikel ilmiah di berbagai jurnal internasional, yang menyoroti kontribusinya terhadap ilmu pengetahuan.

Ia menyoroti bahwa kebijakan internasional sering kali diimplementasikan tanpa mempertimbangkan analisis mendalam tentang relasi kekuasaan. 

Hal ini berpotensi menciptakan masalah baru bagi masyarakat lokal yang paling terpengaruh.

Penelitian yang dilakukannya mencakup isu-isu seperti resentralisasi pengelolaan sumber daya alam. 

Resentralisasi ini dapat mengekang inovasi lokal dan demokrasi yang seharusnya tumbuh di tingkat masyarakat.

“Banyak pranata lokal dan pengetahuan ekologis hilang karena dominasi pengelolaan yang tidak melibatkan masyarakat,” ujarnya.

Ini menjadi perhatian utama dalam setiap riset yang dilakukannya. Salah satu fokus penting dari risetnya adalah konflik yang terjadi di kawasan konservasi. Ia mencatat bahwa wilayah-wilayah tersebut seringkali mengalami penyempitan ruang bagi masyarakat akibat praktik teritorialisasi.

Praktik ini berdampak besar terhadap kehidupan masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam di sekitar mereka. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya menjadi sangat penting.

Prof. Muhammad Alif juga mengamati dinamika perubahan yang terjadi pada komoditas lokal. Misalnya, komoditas jagung di Sulawesi yang memengaruhi struktur sosial dan ekonomi masyarakat.

“Seringkali program dengan label ‘pemberdayaan masyarakat’ gagal,” katanya. Program-program ini sering kali mengabaikan isu-isu relasi kekuasaan dan beroperasi secara top-down.

Jika penelitian dan program ini tidak dilandasi dengan analisis yang tepat, mereka justru akan menambah beban masyarakat yang sudah rentan. Hal ini menjadi tantangan besar yang harus dihadapi.

Masyarakat yang dulunya mandiri kini sering kali bergantung pada bantuan sosial. Ini menggambarkan dampak negatif dari kebijakan yang tidak mempertimbangkan kondisi lokal.

Contoh nyata terlihat di kawasan Camba-Cenrana Maros, di mana masyarakat yang dahulu dikenal mandiri kini sangat bergantung pada “bansos.” Cerita kesejahteraan masyarakat dari komoditas kemiri semakin sulit ditemukan.

Hal ini juga menunjukkan bagaimana teritorialisasi kehutanan membuat masyarakat terpaksa menghentikan praktik lokal mereka. Kemandirian yang dulu ada kini tergerus oleh kebijakan yang tidak inklusif.

Melalui upaya yang dilakukan Prof. Muhammad Alif dan timnya, harapan untuk membangun kembali kemandirian masyarakat lokal dapat terwujud. Ia percaya bahwa penelitian yang mendalam dapat menjadi solusi bagi masalah ini.

Dalam konteks global, ekosistem penelitian yang dibangun di Unhas juga menjadi model bagi institusi lain. Dengan pendekatan yang kolaboratif, banyak peneliti bisa mendapatkan manfaat.

Di tengah situasi yang menantang, ia bertekad untuk memberikan kontribusi nyata melalui penelitian yang tidak hanya bersifat akademis, tetapi juga berimplikasi langsung pada kehidupan masyarakat.

Kiprah Prof. Muhammad Alif di bidang kehutanan tidak hanya terbatas di dalam negeri. Ia juga aktif berkolaborasi dengan peneliti dari luar negeri, termasuk negara-negara Asia Tenggara dan Eropa.

Upayanya ini menjadi contoh nyata bagaimana seorang peneliti dapat berperan aktif dalam membangun ekosistem riset yang menguntungkan komunitas ilmiah dan masyarakat luas.

Dengan pendekatan yang holistik dan partisipatif, ia berharap dapat mengembalikan kesejahteraan masyarakat yang pernah didapatkan dari praktik-praktik lokal yang berkelanjutan.

Sebagai ilmuwan berpengaruh, Prof. Muhammad Alif menunjukkan bahwa penelitian tidak hanya tentang menghasilkan data, tetapi juga tentang memberikan dampak positif bagi masyarakat. 

Keberhasilannya dalam membangun jaringan kolaboratif dan dukungan bagi peneliti lain menjadikannya salah satu ilmuwan terkemuka di Indonesia. 

Komitmennya terhadap pengembangan penelitian di bidang kehutanan menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya. 

FSRG (forest and society research group) itulah komunitas nya, sebuah komunitas epistemik yang terdiri dari banyak peneliti muda yang tertarik pada topik penelitian kritis tata kelola sumberdaya alam.

Visi FSRG adalah dekolonisasi masyarakat,  lahan dan hutan. Mereka bekerja menghasilkan riset yang berkualitas, sekaligus fokus pada pengembangan kapasitas para peneliti muda.

“kami juga mengelola jurnal ilmiah bereputasi, Forest and Society, yang terindeks scopus dan web of science. Kami juga mencoba terlibat menjadi bagian hub komunitas besar yang bekerja untuk memberdayakan masyarakat lokal, marjinal dan rentan, terutama mereka yang terpinggirkan oleh tata kelola SDA,” ucapnya.

Melalui dedikasinya, Prof. Alif telah membantu menciptakan lingkungan penelitian yang lebih inklusif dan berkelanjutan.(*)

News Feed