“Orang yang membandingkan pembangunan di era Chaidir dan pemerintah sebelumnya ini perlu melihat data kongkrit. Tidak berdasarkan perasaan apalagi prasangka. Ukurannya sangat jelas disitu, termasuk prestasi yang diukur dengan penghargaan,” paparnya.
Ia menjelaskan, pembangunan non fisik adalah proses pembangunan jangka panjang yang menempatkan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai daya pendorong perubahan suatu bangsa atau wilayah dan daerah. Namun, pembangunan di sektor itu tidak terlihat instan dan butuh proses panjang.
“Mengutip pernyataan Mark Levy, dalam bukunya salah satu bukunya, menegaskan kalau saat ini telah terjadi proses peralihan pembangunan fisik ke pembangunan non fisik. Pembangunan SDM itu tidak terlihat dalam waktu pendek, butuh proses panjang untuk dikatakan berhasil,” terangnya.
Sebelumnya, mantan Ketua DPRD Maros, Patarai Amir juga mengungkapkan kinerja pemerintahan Chaidir Syam dalam pembangunan infrastruktur. Selama menjabat, kata dia, Chaidir telah menggelontorkan Rp 1,2 triliun untuk sektor pembangunan fisik.
“Anggaran yang digelontorkan setiap tahun itu sama yang dilakukan oleh pemerintah era Pak Hatta Rahman. Tapi memang pak Hatta itu lebih fokus ke jalan. Nah pak Chaidir itu menyeluruh mulai jalan, jembatan hingga rumah sakit,” terangnya.
Patarai juga menegaskan, era Chaidir Syam yang hanya efektif bekerja hanya selama 3 tahun 7 bulan, mampu mengoleksi sebanyak 104 penghargaan baik di level lokal, nasional bahkan internasional.
Sementara, di era Hatta Rahman di periode awal ia menjabat selama 5 tahun, hanya mampu mendapatkan penghargaan sebanyak 46 penghargaan. Kalau hanya 3 tahun 7 bulan di periode awalnya, Hatta hanya meraih penghargaan sebanyak 22 penghargaan saja. (*)