MAROS, FAJAR — Wilayah Maros makin kering. Statusnya naik menjadi darurat bencana kekeringan.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Maros menetapkan status itu sebagai respons atas makin meluasnya jumlah wilayah yang terdampak kekeringan.
Saat ini sudah ada sembilan kecamatan yang saat ini terdampak kekeringan berupa kesulitan mengkases air bersih. BPDB bersama Palang Merah Indonesia (PMI) bahkan secara rutin mengerahkan truk tangki pembawa air untuk membantu warga.
“(Kecamatan terdampak) yakni Bontoa, Lau, Maros Baru, Marusu, Mandai, Tanralili, Simbang, Turikale dan Bantimurung,” kata Kepala BPBD Maros, Towadeng, Rabu, 9 Oktober 2024.
Yang paling parah di Kecamatan Bontoa, Lau, Maros Baru, dan Marusu. Hampir seluruh wilayah kesulitan air bersih. “Untuk yang lainnya itu tidak merata kekeringannya di satu kecamatan,” sebutnya.
Populasi warga yang terdampak sekitar 45 ribu jiwa dari empat ribu kartu keluarga (KK). Saat ini penyaluran air bersih sempat terhenti akibat kehabisan anggaran tahunan senilai Rp30 juta.
“Kami sebenarnya mengira kekeringan tahun ini tidak sepanjang ini, apalagi BMKG menyebut musim kemarau lebih basah, sebab masih ada hujan, namun ternyata hanya terjadi di wilayah pegunungan,” ungkap Towadeng.
Usai menetapkan status darurat bencana kekeringan, BPBD pun tengah berusaha untuk mencairkan biaya tak terduga (BTT) senilai Rp100 juta dalam APBD.
“Setelah itu, kami akan akan kembali menyalurkan air hingga memasuki musim hujan,” katanya.
BPBD telah menyalurkan sekitar 200 tangki air bersih. Air bantuan itu bersumber dari APBD. “Namun secara keseluruhan itu ada 500 tangki dari lembaga-lembaga di Maros, seperti PMI, Abu Darda, dan lain-lain,” katanya.