OLEH: Aidir Amin Daud
Presiden terpilih Prabowo memiliki program membangun 3 juta rumah pertahun — untuk mengatasi backlog perumahan yang sudah menembus angka 12,7 jutaan di tahun 2023. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 1,7 juta dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2022, dengan angka backlog perumahan sebesar 11 juta yang sebanyak 93% berasal dari Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Selain itu, sebanyak 60% dari angka tersebut didominasi oleh MBR yang bekerja pada sektor informal.
Angka backlog ini bisa terus bertumbuh karena kebutuhan akan kepemilikan rumah per tahunnya itu sedikitnya sekitar 800 ribuan. Angka itu bertumbuh salah satunya karena faktor bertumbuhnya keluarga baru yang membutuhkan tempat tinggal. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) ada 9,9 juta rumah tangga yang belum mempunyai rumah. Lalu, terdapat 26 juta rumah tidak layak huni, sehingga jumlah rumah yang perlu diselesaikan sekitar 36 juta.
**
Kita meyakini bahwa Presiden terpilih Prabowo akan memenuhi janji pilpresnya dan mendukung kebijakan pembangunan rumah untuk begitu banyak rakyat yang bermimpi memiliki rumah sendiri. Sesuatu yang kita semua pahami bahwa memiliki rumah — bagi dominan masyarakat kita sudah sesuatu yang terasa ‘mustahil’.
Mungkin karena itu program yang sudah ada sejak era pemerintahan Jokowi — akan ditingkatkan di era pemerintahan Prabowo. Sebuah program yang mencakup unit-unit perumahan yang harus dibangun untuk mengatasi defisit perumahan yang telah terakumulasi selama beberapa waktu. Backlog perumahan. Backlog perumahan bisa terdiri dari berbagai jenis perumahan, termasuk perumahan sosial, perumahan terjangkau, dan perumahan untuk berbagai tingkat pendapatan.
Backlog merupakan indikator dalam Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Angka backlog digunakan untuk mengukur kebutuhan rumah yang dihitung dengan angka persentase rumah tangga yang menempati rumah milik sendiri dan yang menempati bukan rumah sendiri, tetapi memiliki rumah di tempat lain.
**
Pekan lalu ada film yang menggambarkan realitas ‘backlog perumahan’ di negeri ini. Judulnya: Home Sweet Loan. Film ini bercerita tentang nasib sebuah keluarga yang terlilit masalah pinjaman online karena ingin keluar dari situasi ‘backlog perumahan’ itu. Tentang tokoh utama ‘Kaluna’ yang menabung sepanjang kariernya agar bisa memiliki rumah idamannya. Kaluna adalah seorang pegawai kantoran yang baru mulai merintis karier. Di rumah, ia merupakan anak bungsu yang berasal dari keluarga sederhana. Kaluna juga masih tinggal di rumah orang tua. Rumah itu ditempati Kaluna, orang tua, dua kakak beserta ipar, serta keponakan.
Kondisi itu membuat rumahnya menjadi ramai dan Kaluna seringkali terganggu. Ia pun bermimpi mempunyai rumah sendiri layaknya orang dewasa yang sukses. Gajinya yang tidak pernah menyentuh dua digit membuat Kaluna merasa memiliki rumah bak mimpi di siang bolong. Namun, ia tak patah semangat.
Begitu banyak ‘Kaluna-Kaluna’ lain yang hari-hari ini membangun impiannya. Ingin memiliki rumah. Ingin memiliki rumah yang layak. Ia memiliki tempat bernaung yang memberi ketenangan kepada mereka. Di tahun pemerintahan Jokowi ada program sejuta rumah. Dan mulai pekan depan — pada pemerintahan yang baru Presiden terpilih Prabowo — ada harapan baru pembangunan 3 juta rumah. Sebuah janji yang dirindukan oleh begitu banyak rakyat kita. Sebuah harapan yang harusnya bisa dipenuhi oleh negara yang begitu banyak memiliki kekayaan alam. Sebuah kekayaan yang seharusnya ditata dan dikelola dengan bersandarkan pada Pasal 33 UUD 1945. Semoga. ***