Oleh : M Ridha Rasyid
*Pemerhati Pemerintahan dan Demokrasi
Pemahaman mengenai demokrasi sejak pertama kali diperkenalkan dan dilaksanakan di Yunani merupakan hasil kompromi dari berbagai pranata yang menjadi bagian dari pelaksanaannya.
Demokrasi, yang selama ini diartikan sebagai “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat,” sesungguhnya merupakan inti dari konsep demokrasi itu sendiri. Namun, inti ini tidak muncul begitu saja. Pelbagai pemikiran yang tumbuh dan berkembang pada masa itu sudah memahami bahwa ada implikasi penting yang hampir tak terpisahkan, yakni adanya transaksi. Transaksi tersebut terjadi dalam bentuk pergolakan pemikiran tentang bagaimana agar demokrasi bisa diterapkan dengan baik.
Oleh karena itu, memahami demokrasi tanpa melibatkan unsur transaksi dalam hal-hal yang perlu diatur dengan baik agar demokrasi dapat berjalan dengan lancar. Demokrasi kemudian menjadi model yang diadopsi di banyak negara di Eropa, Amerika, Australia, sebagian besar Asia, dan pada tahun 1960-an mulai diterapkan juga di negara-negara Afrika.
Jadi, ketika banyak orang berbicara tentang politik transaksional yang sering kali dimaknai secara negatif pada saat ini, sebenarnya hal itu mencerminkan ketidakpahaman terhadap sejarah demokrasi. Politik transaksional adalah praktik dalam politik di mana keputusan, dukungan, atau aliansi dibuat berdasarkan pertukaran keuntungan atau kepentingan pribadi antara aktor-aktor politik. Dalam konteks ini, keputusan politik sering kali tidak didasarkan pada ideologi, nilai, atau prinsip yang kuat, melainkan pada kalkulasi praktis mengenai apa yang bisa diperoleh atau diberikan.