Ini akibat pemakaian pupuk kimia atau anorganik secara terus menerus. Makanya mitra diedukasi tentang beberapa metode atau cara membuat pupuk organik yang bahan bakunya banyak tersedia di wilayah mitra.
“Lalu diberi juga pengetahuan dan keterampilan mitra untuk dapat menjadi penangkar benih,” ucapnya.
Di mana mitra diharapkan mampu memproduksi sendiri benih unggul yang akan digunakan dalam produksi tanpa harus menunggu dan mengharap benih bersubsidi yang disediakan oleh pemerintah.
Mitra diberikan alat penyortiran benih, sehingga benih yang berukuran besar akan dipakai perbanyakan tanaman atau penangkar. Sisanya dijual karena harganya lebih mahal. Sedangkan benih yang berukuran kecil akan dikelola menjadi produk olahan/diversifikasi produk olahan biji kedelai.
Di desa tersebut, ditemukan permasalahan dari desa mitra antara lain, pengetahuan petani yang rendah tentang budi daya kedelai yang benar/terstandar.
Lalu penggunaan pupuk kimia dalam jumlah besar yang menyebabkan ketidakstabilan/kerusakan ekosistem lahan.
Kemudian metode pemupukan secara konvensional dilakukan dengan caramenabur di atas permukaan tanah hal ini sangat tidak efesien dalam penggunaan pupuk yang semakin mahal harganya.
Petani biasanya memperoleh benih dari hasil panen yang dilakukan secara terus menerus. Serta petani tidak memiliki pengetahuan untuk bisa jadi penangkar benih kedelai sehingga petani sangat bergantung dari benih bersubsidi dari pemerintah.
“Nah saat harga tidakmenentu atau harga anjlok, petani tidak mempunyai pengetahuan untuk mengolah biji kedelai menjadi produk olahan berupa susu kedelai yang mempunayi nilai gizi tinggi. Lalu tepung kedelai dan keripik tempe,” ucapnya.