English English Indonesian Indonesian
oleh

Netralitas Jaksa di Tengah Pusaran Pilkada Serentak


Oleh: Ferry Tas, S.H., M.Hum., M.Si.
(Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejati Sulsel/Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Unhas)

Vox populi vox dei secara harafiah berarti suara rakyat adalah suara Tuhan, menjadi adagium optimisme kekuatan dan harapan rakyat. Adagium latin tersebut mengilhami beberapa peristiwa politik peradaban dunia yang memberikan prinsip demokrasi yang sejalan nilai kebangsaan kita dengan mengedepankan kepentingan seluruh rakyat dibanding dengan kepentingan pribadi dan golongan.

Dalam perjalanan dinamika ketatanegaraan dan politik hukum nilai demokrasi tersebut diejewantahkan melalui peyelenggraan Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah yang berdasar pada Konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Perubahan Kedua Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, serta peraturan turunan lainnya.

Narasi netralitas selalu menjadi sorotan publik menjelang pilkada serentak, berdasarkan data Bawaslu RI terkait Indeks Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 dimensi kondisi sosial politik menduduki peringkat ke dua dengan skor 46,55 salah satu sub dimensinya yaitu Otoritas Penyelenggara Negara yang dipengaruhi oleh Ketidaknetralan ASN/TNI/POLRI dan Adanya himbauan dan/atau tindakan untuk memilih calon tertentu. Walau pun sifatnya masih pada potensi akan terjadi, namun hal ini harus menjadi atensi semua pihak untuk menjaga netralias penyelenggaraan Pilkada serentak yang jujur dan adil untuk melahirkan pemimpin pilihan rakyat.

Pemilihan Kepala Daerah serentak yang akan digelar untuk memilih Gubernur, Bupati/Walikota pada 37 Provinsi dan 508 Kabupaten/Kota merupakan bagian dari amanat konstitusi. Menjaga dan melaksanakan amanat tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab setiap warga negara.

Sikap dan peran Kejaksaan dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak dilihat berdasarkan kedudukan dan kewenangannya. Kedudukan kepegawaian Jaksa merupakan Pegawai Negeri Sipil/ASN dengan jabatan fungsional yang memiliki kekhususan. Sementara kewenangan Jaksa sebagai penegak hukum begitu luas dan strategis. Hal inilah yang melimitasi dan mewajibkan Jaksa menjaga netralitas dalam penyelenggraan pilkada serentak tahun 2024 yang mana tahapannya telah berjalan dan puncaknya pada pemungutan suara serentak tanggal 27 November nanti.

Secara etimologi, kamus besar bahasa indonesia mendefinisikan kata “netralitas” yaitu keadaan dan sikap yang tidak memihak. Istilah netralitas Jaksa digunakan untuk menggambarkan bahwa Jaksa dan institusi Kejaksaan tidak memihak dan menjadi garda terdepan memberikan keteladanan menghadapi pesta demokrasi dengan harapan menjaga kepercayaan publik.

Hasil survei terbaru Indikator Politik Indonesia pada April 2024 yang memaparkan hasil survei dalam tema “Persepsi Publik Atas Penegakan Hukum, Sengketa Pilpres di MK, dan Isu-Isu Terkini Pasca-Pilpres” menempatkan Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang paling dipercaya publik dengan tingkat kepercayaan 74,7% mengungguli lembaga seperti Mahkamah Konstitusi, pengadilan, Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menjelaskan survei tersebut dilaksanakan pada 4-5 April 2024 dengan melibatkan 1.201 responden yang diwawancarai melalui telepon, dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Pencapaian tersebut merupakan amanah dan tanggung jawab yang diberikan masyarakat terhadap Kejaksaan.
Arahan Jaksa Agung Republik Indonesia, Prof. Dr. H. Sanitiar Burhanuddin, S.H., M.M bahwa “Kejaksaan harus senantiasa menjaga dan menjunjung tinggi netralitas dengan tidak memihak atau berafiliasi dengan partai politik ataupun kepentingan politik mana pun, terlebih dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, khususnya dalam penegakan hukum”.

Sikap netral intitusi tentunya harus diikuti oleh seluruh personel dengan melaksanakan sesuai dengan arahan dan petunjuk Jaksa Agung, arahan tersebut tidak hanya sekadar perintah Undang-Undang atau pun Jaksa Agung, namun jauh dari pada itu Insan Adhyaksa sebagai bagian dari Bangsa Indonesia harus terlibat secara aktif dalam menjaga nilai demokarsi. Mencederai nilai netralitas merupakan penghianatan terhadap konstitusi dan demokrasi.

Sejalan dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN dan SKB Nomor 2 Tahun 2022 menjadi ikhtiar menjaga netralitas Jaksa yang juga merupakan bagian dari subjek aturan tersebut.

Jaksa yang juga ASN dilarang untuk melakukan tindakan seperti memberikan dukungan kepada calon tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung, Menggunakan atribut partai politik atau calon tertentu, Menghadiri kegiatan kampanye politik, Memanfaatkan Jabatan dan fasilitas negara untuk mendukung kepentingan partai politik atau calon tertentu. Pelanggaran terhadap aturan netralitas memiliki sanksi administratif, mulai dari teguran hingga pemberhentian dengan tidak hormat. Bahkan, jika terbukti ada penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan politik dapat dikenai sanksi pidana.

Netralitas Jaksa di tengah pusaran pilkada serentak merupakan tantangan yang harus dihadapi secara bijaksana. Netralitas bukan berarti bahwa Jaksa hanya menjadi penonton dan tak memberikan kotribusi. Netralitas Jaksa merupakan pilar utama menghadirkan demokrasi konstitusional. Netralitas menjadi penting agar kewenangan penegakan hukum kejaksaan tidak digunakan sebagai alat kepentingan politik praktis atau pun digunakan untuk menyerang atau melindungi orang atau kelompok manapun.

Secara sederhana netralitas Jaksa dilihat ketika menjalankan tugas dan fungsi penegakan hukum yang profesional, objektif, dan tuntas. Misalkan melalui sentra Gakkumdu, perdata dan tata usaha negara Jaksa dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan atas nama negara yang meliputi pemberian bantuan hukum, pertimbangan hukum, dan pendapat hukum sebagai Jaksa Pengacara Negara kepada penyelenggara Pemilu (KPU/Bawaslu/DKPP) terkait permasalahan hukum atau sengketa penyelenggaraan Pemilu, data Juli 2024 bidang Datun Kejaksaan telah melakukan bantuan hukum litigasi sebanyak 707 perkara dan bantuan hukum non litigasi sebanyak 13.566 perkara. Sedangkan di bidang Tata Usaha Negara sebanyak 151 (seratus lima puluh satu) perkara serta perkara uji materiil sebanyak 26 perkara, pencapaian dalam bidang Datun diharapkan menjadi acuan melakukan optimalisasi peran Datun pada Pilkada serentak 2024, kemudian dalam bidang intelijen Kejaksaan berperan memberikan kesadaran hukum kepada masyarakat terkait tindak pidana Pemilu. Selain itu juga berwenang memberikan pengamanan kebijakan penegakan hukum tindak pidana Pemilu.

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi penegakan hukum itulah netralitas Jaksa akan dinilai dan diawasi oleh publik, jaga diri dan institusi. Harapan penulis semoga semarak Pilkada serentak di Seantero Tanah Air berjalan aman, damai, jujur dan adil serta menjujung tinggi prinsip demokrasi, tak bisa ditawar lagi bahwa insan Adhyaksa wajib menjaga netralitas dan marwah institusi yang tercinta ini. (*)

News Feed