Sejarah selalu berkaitkan pada keluhuruan, tradisi, dan silsilah yang membentuk manusia dan segenap struktur yang melingkupinya hari ini. Itu mengapa, sejarah senantiasa menjadi bekal manusia dalam menapaki masa kini dan merajut masa depan yang gemilang. Dalam konteks pemerintahan hari ini, kita mengenalnya dengan “Indonesia Emas 2045”. Tanpa melihat akar kesejarahan dan masa lalu, rasanya bangunan masa depan itu akan goyah dan lebih cepat rubuh sebab tak memiliki pondasi yang kuat.
Kolaborasi dan Kebersamaan
Dalam perjalanan ke Cikoang dan melihat betapa Maulid dirayakan secara megah. Semangat kolaborasi dan gotong royong antarpemuda dan masyarakat desa terlihat jelas dalam menyukseskan acara maulid itu. Prof Oman Fathurahman yang lebih sering disapa Kang Oman, juga ikut menyaksikan perayaan maulid membacanya sebagai usaha merawat ingatan bersama yang dalam kajian Cultural Studies disebut sebagai memori kolektif. Ingatan-ingatan tersebut terus dirawat selain sebagai bentuk cinta kepada Rasulullah SAW, juga akhirnya bisa menghubungkan orang-orang pada akar kesejarahan, tradisi leluhur, dan pengetahuan tentang Islam yang terus terjaga kelestariannya sebab ada budaya dan tradisi orang tua dahulu yang dilaksanakan.
Misalnya, dalam salah satu salinan naskah (diduga ditulis sekitar pertengahan abad 18) yang turut dibacakan saat maulid itu berisi cerita asal-usul masyarakat Cikoang. Dalam naskah dapat ditelisik dugaan bahwa masyarakat Cikoang berhubungan erat dengan kedatangan ulama dari Hadramaut, Yaman Selatan, yang salah seorang keturunannya berhijrah ke Aceh, juga untuk tujuan syiar Islam dan memiliki hubungan keluarga dengan bangsawan di sana. Dalam beberapa catatan sejarah, ditunjukkan bahwa di antara keturunannya, ada yang berhijrah ke Gowa pada tahun 1632, melakukan syiar Islam sampai ke Cikoang dan beranak-pinak membentuk pemukiman.