English English Indonesian Indonesian
oleh

Antara Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral

Nabi Muhammad SAW tidak mengislamkan semua warga Madinah pada masanya. Beliau juga tidak mengislamkan semua warga Arab Saudi meskipun beliau telah menaklukkan Mekah. Kenapa demikian? Karena mengislamkan semua manusia pada masanya bukan tugas kerasulan. Tugas kerasulan adalah MENYAMPAIKAN firman-firman Allah yang diwahyukan kepadanya. Misi kerasulan yang demikian bertujuan terbangunnya KEBUDAYAAN, selanjutnya terbangunnya PERADABAN, yang memanusiakan manusia, mencerdaskannya sebagai makhluk yang BERBUDAYA dan BERKEADABAN di tanah/negeri mana pun manusia itu berada. Di bangunan atau di lahan tanpa bangunan manapun manusia itu beribadah menyembah Pencipta alam semesta.

Itulah yang dirintis oleh Nabi Muhammad SAW, yang kelak oleh umat penerusnya pada masa tertentu mencapai puncak KEBUDAYAAN dan PERADABAN ISLAM yang terunggul yang dicatat oleh para sejarawan sebagai the Golden Age of Islam (Zaman Keemasan Islam). Zaman itu berlangsung antara tahun 700-an hingga 1200-an Masehi.

Ciri KEBUDAYAAN dan PERADABAN YANG UNGGUL ialah: disiplin sosial dan penguasaan ilmu pengetahuan. Ciri tersebut bisa dilihat dalam kehidupan nyata mereka, seperti ketaatan pada hukum/aturan (termasuk ketaatan pada sabda Khalifah pada zaman itu); tidak menyakiti/menzalimi umat berbeda agama, menghormati peribadatan dan rumah ibadah warga yang berbeda-beda, citizen yang beda agama bekerja sama membangun negeri mereka. Sedang penguasaan ilmu pengetahuan dimulai dengan era penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan yang diperoleh dari negeri-negeri taklukan yang memiliki peradaban tinggi seperti Siria, Persia, Mesir, dan lain-lain, oleh penguasa Islam. Penguasa khilafah Utsmaniyah awal menaklukkan Bizantium Konstantinopel tanpa merusak/menghancurkan bangunan budaya Kristen, seperti gereja dan sebagainya. Zaman keemasan itu tidak pernah terjadi lagi hingga hari ini.

Umar bin Khattab pernah inspeksi ke Yerusalem yang baru dikuasai Islam. Ditemani wali kota, Umar menengok dari jendela gereja yang telah berubah menjadi masjid. Umar bertanya tentang warga yang tinggal di sekitar gereja yang sudah jadi masjid, siapa mereka? Wali Kota menjawab, mereka adalah warga Nasrani. Lalu, Umar memerintahkan agar masjid itu dikembalikan fungsinya sebagai gereja agar umat Nasrani itu bisa beribadah di gereja itu seperti sebelumnya.

Tidak seperti Taliban menguasai Afganistan, lalu menghancurkan patung Buddha yang sudah berusia sekitar 300 tahun. Terowongan “silaturahmi” Masjid Istiqlal-Gereja Katedral di Jakarta bukan sekadar simbol, tapi juga tindakan nyata untuk kehidupan bersama dari satu bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Nasaruddin Umar mencium ubun-ubun Paus Fransiskus dan Paus Vatikan itu mencium tangan Imam Besar saat kedatangan dan kunjungan Paus ke Masjid Istiqlal, bukan sesuatu yang merusak akidah dari dua agama yang berbeda, Islam dan Nasrani.

Ayo, mari bangun disiplin sosial dan ambil saintek setinggi-tingginya sebagai dua sayap dari kebudayaan dan peradaban yang unggul. Itu bisa dimulai dari sebuah terowongan “silaturahmi” antara Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral. (*)

News Feed