Tiga empat dasawarsa lalu orang hanya mengenal cacar seperti variola dan varicella atau biasa diistilahkan cacar (nanah) dan cacar air. Era tahun 70-an dan era dekade sebelumnya cacar atau smallpox yang disebabkan oleh virus variola menjadi momok, terutama pada anak-anak. Smallpox ini sempat menjadi wabah berbahaya yang menelan banyak korban sejak abad ke-18. Karakteristiknya muncul lenting atau bintil lepuhan yang berisi nanah pada sekujur tubuh. Jika sembuh, muncul keropeng (bobba = bugis), dan jeleknya, jika keropengnya di wajah akan membuat wajah cantik berubah menjadi wajah keropeng. Syukurlah, jenis cacar ini telah dinyatakan musnah di atas bumi ini sejak tahun 1980 akibat gencarnya program vaksin. Jenis vaksin ini menjadi vaksin pertama yang diproduksi untuk menghentikan penyakit infeksi virus. Berbeda dengan cacar air yang sangat menular, yang disebabkan oleh virus varicella-zoster penularannya mudah terjadi, terutama melalui udara. Cacar ini sering dijumpai, bahkan kadang bisa satu rumah terkena karena mudahnya menular, khususnya pada anak dan remaja.
Seperti diketahui, sepanjang perjalanan keluarga poxvirus, berbagai strain virus yang dianggap baru muncul kembali, termasuk monkeypox. Akhir-akhir ini heboh mengenai cacar monyet menjadi perhatian masyarakat sehingga memunculkan banyak spekulasi mengenai penyakit ini. Ibarat naga kecil yang tertidur pulas, cacar monyet sudah diketahui keberadaannya sejak tahun 1958 dari monyet yang dipelihara untuk penelitian. Hingga dia terbangun 12 tahun kemudian dan muncul pertama kali pada seorang anak laki-laki berusia 9 tahun di Republik Demokratik Kongo (1970). Hingga pada tahun 2005, ribuan kasus mpox dilaporkan di Republik Demokratik Kongo muncul setiap tahun. Akhirnya menyebar ke beberapa negara di dunia, termasuk masuk di Indonesia. Penyakit ini tidak hanya ditularkan melalui monyet, beberapa hewan pengerat seperti tikus dan tupai juga bisa terinfeksi penyakit ini dan menularkannya kepada manusia (zoonosis).
Indonesia yang sudah teruji menghadapi Covid-19 terus mewaspadai penularan mpox merebak dan menularkan virusnya. Namun, semua itu tidak perlu dicemaskan karena mpos tidak seberbahaya dengan Covid-19, bahkan cacar air masih lebih berbahaya dibanding mpox. Terbukti cacar air (varicella) masih terus bertahan keberadaannya hingga kini, dimana setiap saat bisa muncul di tengah masyarakat. Penularannya juga tidak mudah, biasanya dari hewan ke manusia terjadi melalui cakaran atau gigitan hewan yang terinfeksi dengan manusia. Penggunaan produk hewan (daging) yang terbuat dari hewan yang terinfeksi.
Sedangkan penularan dari manusia ke manusia terjadi melalui kontak langsung dengan luka infeksi, koreng, atau cairan tubuh pengidap cacar monyet. Kalau mengobrol pun harus dekat sekali, berciuman atau berpelukan dalam jangka waktu lama. Itupun harus masuk dari saluran napas atau mungkin bisa dari luka atau lecet lalu menempel pada orang yang terinfeksi mpox, barulah bisa tertular. Bandingkan dengan cacar air yang mudah menular lewat udara ketika si sakit berinteraksi dengan orang sehat.
Yang perlu diwaspadai jika sudah terdiagnosis mpox adalah mencegah komplikasinya seperti bronchopneumonia, sepsis, peradangan pada jaringan otak hingga infeksi pada kornea sampai lapisan luar mata yang berisiko terjadinya gangguan mata. Jika prinsip pencegahan Covid-19 diterapkan kembali, maka si “monyet” yang membawa virus bakalan tidak mendekati kita. Mencegah jauh lebih baik dari mengobati adalah sebuah pilihan, namun menjadi sehat itu bukan pilihan tetapi sehat itu adalah kebutuhan. Wallahu a’lam. (*)