FAJAR, JAKARTA–Anggota Komisi II DPR RI Aminurokhman menyampaikan pandangannya terkait fenomena calon tunggal dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di beberapa daerah.
Kendati calon tunggal merupakan bagian dari dinamika demokrasi di Indonesia, ia menegaskan, tetap diperlukan antisipasi terhadap potensi kekalahan dari kotak kosong.
“Calon tunggal adalah representasi dari demokrasi kita, namun tetap ada risiko jika calon tersebut dikalahkan oleh kotak kosong. Konsekuensinya, akan ada pemilihan ulang,” ujar Aminurokhman dikutip dari dpr.go.id, Kamis (12/9/2024).
Sebelumnya, Komisi II DPR dan KPU RI membahas implikasi dari kekalahan calon tunggal, termasuk konsekuensi pelaksanaan Pilkada ulang yang dijadwalkan pada tahun 2025.
Aminurokhman menekankan bahwa dalam situasi ini, penting untuk memastikan kesiapan anggaran dan waktu, mengingat proses pendaftaran ulang dan tahapan lainnya memerlukan jeda waktu.
“Pemilukada ulang tentu membutuhkan waktu. Selama jeda itu, harus ada Penjabat (Pj) sementara untuk mengisi kekosongan posisi kepala daerah. Jika masa jabatan Pj masih dalam batas 6 bulan, kami bisa memaklumi. Namun, jika harus menunda hingga 2025, Komisi II menyatakan keberatan, terutama jika keserentakannya tetap ada,” jelas Aminurokhman.
Ia menekankan bahwa calon yang mengikuti Pemilukada ulang perlu memahami konsekuensi dari masa jabatan yang tidak akan genap lima tahun. Hal ini, menurut Aminurokhman, harus dikonfirmasi sejak awal agar calon paham akan implikasi keserentakan Pilkada di tahun 2029 yang tidak dapat dihindari.