Piyono, yang juga mengaku tidak mengetahui aturan tersebut, menangis ketika mendengar vonisnya.
Gilang menilai kasus-kasus seperti ini menunjukkan bahwa hukum tidak berpihak pada rakyat kecil. “Maraknya warga yang dipidana karena ketidaktahuan atau kealpaannya memelihara hewan langka sangat mengoyak rasa keadilan masyarakat, di tengah banyak kasus korupsi yang justru dihukum ringan, dan juga dugaan gratifikasi pejabat atau keluarga pejabat yang diabaikan oleh penegak hukum,” tegas Gilang.
Legislator dari Dapil Jawa Tengah II itu juga menyoroti bagaimana kealpaan dalam memelihara hewan langka bisa dihukum lebih berat dibandingkan kasus-kasus korupsi yang terencana. “Bagaimana bisa sebuah kealpaan memelihara hewan langka bisa dihukum lebih berat ketimbang korupsi yang direncanakan menggarong uang rakyat,” tegasnya.
Makanya, Gilang mendorong agar penegak hukum lebih mengedepankan asas ultimum remedium dalam kasus-kasus pidana lingkungan, di mana hukuman pidana seharusnya menjadi upaya terakhir. Menurutnya, sanksi administratif lebih tepat diterapkan pada kasus-kasus seperti ini.
“Karena kan hewan yang dilindungi ini tidak diperjualbelikan, dan mereka memelihara juga atas ketidaktahuan terhadap aturan. Harusnya sanksi lebih bersifat pembinaan,” tandasnya. (amr)