SuarA: Nurul Ilmi Idrus
Menurut Mr. Wiki, pengendalian diri (self control) adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan dirinya sendiri secara sadar agar menghasilkan perilaku yang tidak merugikan orang lain, sehingga sesuai dengan norma sosial dan dapat diterima oleh lingkungannya. Ini memang mudah diucapkan, namun sulit dilakukan. Dengan self control, seseorang dapat bersikap tenang dalam menghadapi berbagai situasi. Seseorang yang memiliki self control mampu mengendalikan dirinya dan emosinya sebelum memberikan respons terhadap situasi yang dihadapinya. Dengan cara demikian ia jadi lebih santai dalam menghadapi situasi daripada merespons secara emosional dan membuatnya kelihatan tak berkelas.
Baru-baru ini terjadi perseteruan antara Silfester Matutina dan Rocky Gerung dalam sebuah acara Rakyat Bersuara bertajuk “Banyak Drama Jelang Pilkada, Kenapa?” yang dipandu oleh Aiman Witjaksono. Jika menyimak berbagai penampilan Rocky Gerung dalam beragam even, baik secara offline, maupun secara online, Rocky Gerung adalah sosok yang tak gentar mengemukakan pendapatnya, meski pendapat tersebut berbeda dari pendapat mayoritas. Pemikirannya yang kritis tanpa tebang pilih, termasuk kritikan-kritikannya terhadap pemerintah. Ini menjadikan Rocky Gerung sebagai sosok yang paling kontroversial di Indonesia. Tak heran jika ada yang berkomentar: “Bukan Rocky jika tak nge-rock.” Rocky rock!
Sikap Silfester Matutina yang menantang Rocky dengan sikap yang emosional dan tangan yang terus bergerak berawal dari ucapan Rocky Gerung yang menyindir pihak yang mendapat keuntungan menjadi sukses dengan cara menjilat, ucapan ini tidak secara langsung ditujukan kepada Silfester. Ini diawali ketika Rocky mengutip Hari Danusudibyo, bahwa: “Success is not free, you have to fight for it.” Kutipan ini diubah (entah oleh siapa) menjadi: Success is not free, you have to jilat for it.” Namun, Silfester kadung merasa dirinyalah yang disinggung oleh Rocky (padahal Rocky mempertanyakan siapa yang mengubah statemen tersebut), sehingga Rocky menyalahkan Silfester karena ia sendiri yang mengakui dirinya sebagai penjilat, tapi menuduh Rocky. Sikap emosional yang ditunjukkan oleh Silfester ditanggapi santai oleh Rocky dengan satu frasa, bahwa: “satu ikan terpancing.” Namun, Silfester tidak saja bersikap emosional, tapi juga melontarkan kata-kata yang melebelinya sebagai bujang lapuk dan pecundang, diikuti dengan menggertak dan memaki Rocky.
Ketika Rocky dan Silfester berhadap-hadapan (head-to-head), Silfester tidak berhenti memaki dan mengayun-ayunkan tangannya, Rocky mendekatkan diri kepada Silfester dalam diam dan tertantang. “Kepasifan” Rocky menunjukkan kecerdasan emosional yang tertata oleh self control, sementara “keaktifan” Silfester dengan makiannya dan ayunan tangannya menunjukkan kecerdasan emosionalnya yang tergerus karena kehilangan self control.
Silfester berargumentasi bahwa sikapnya ketika itu untuk memberikan shock theraphy kepada Rocky karena selama ini tidak ada yang pernah melawan. Padahal dalam berbagai even, Silfester bukan satu-satunya orang yang pernah berdebat sengit dengan Rocky, dan ini tidak membuat Rocky gentar menjadi kritikus, termasuk dalam mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah karena Rocky dapat memisahkan antara kritikan tentang kebijakan-kebijakan pemerintah dan penghormatan terhadap Jokowi sebagai persona.
Memang sulit jika Rocky dan Silfester berdebat karena dasar perdebatan Rocky adalah konstruksi berpikir. Bagi Rocky, “perdebatan adalah soal menghunus pikiran, bukan kepalan tinju,” sementara Silfester berdebat tanpa hunusan pikiran dan tidak memiliki self control. Tidaklah mengherankan jika Silfester kemudian berucap: “Lebih baik saya mati daripada dihina dan direndahkan seperti itu, dan saya akan mengejar orang itu sampai ke lubang tikus manapun.” Sampai kini Silfester masih hidup dan Rocky ada di depan mata, sehingga tidak perlu diburu di lubang tikus (mungkin maksudnya gorong-gorong). (*)