Terkait fraud, Budisuharto menyebut bisa terjadi dengan modus klaim asuransi palsu atau berlebihan, pemalsuan diagnosis agar diperoleh pembayaran lebih tinggi untuk penyedia layanan kesehatan, hingga penggunaan identitas pasien untuk klaim fiktif, serta penagihan layanan pada pasien yang sejatinya tidak diberikan.
Praktisi medis dr Windhi Kresnawati dalam kesempatan yang sama justru menekankan risiko overtreatment pada kesehatan pasien dalam jangka panjang. Ia menyebut bahwa semakin banyak obat yang diberikan, dipastikan pula bahwa efek samping yang timbul juga akan semakin besar. Untuk itu ia meminta publik sebagai pasien untuk memperhatikan efek samping jangka panjang dari obat, dan semakin banyak resep yang diberikan oleh dokter tak berarti baik bagi tubuh.
“Posisikan diri anda sebagai konsumen kesehatan, dan punya tanggung jawab untuk menjaga kesehatan. Di sisi lain asuransi juga harus kuat, punya rambu yang salah satu rambunya formularium, dan lembaga akreditasi tak cuma memberikan akreditasi sekadar paper work dan dokumentasi, tapi juga sebuah acuan untuk menjalankan layanan kesehatan yang layak dan tepat,” kata Windhi.
Windhi juga menegaskan bahwa masyarakat bisa berperan aktif untuk mencegah terjadinya overtreatment, juga tindakan-tindakan medis yang berpotensi pada terjadinya fraud.
“Pasien harus bertanya, sesuai panduan dari WHO (World Health Organization). Tanpa informasi, satu obat semahal apapun jangan diperlakukan sebagai obat. Informasi yang harus ditanyakan juga tak hanya khasiat, tapi juga soal kandungan aktifnya untuk mencegah potensi paparan yang bisa merugikan tubuh dalam jangka panjang,” kata Windhi.