FAJAR, MAKASSAR- Pengembang harus menyiapkan 30 persen dari total luas lahan di kawasan pembangunan perumahan. 30 persen tersebut diperuntukkan untuk fasum dan fasos, termasuk di dalamnya ada Ruang Terbuka Hijau. Itu sudah masuk dalam set place yang dibuat pengembang saat pengajuan perizinan.
Hal tersebut diungkap Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Sulsel, Yasser Latief. Ia menuturkan sebelum membangun perumahan, pengembang membuat set place. Di situ memang ada kawasan yang harus dibangun fasum-fasos. Nanti setelah jadi, harus diserahkan ke pemkot.
Untuk fasum dan fasosnya, kata dia, biasanya terdiri dari jalanan di kompleks perumahan, taman, drainase dan sebagainya. Termasuk juga Ruang Terbuka Hijau.
”Memang ada aturan mengenai peruntukan lahannya. Jadi itu harus tercantum di set place sebelum proses perizinan keluar. Karena set place itu menjadi salah satu syarat. Maka sudah ada kesepakatan antara pengembang dan pemda sebelum pembangunan dimulai,” tuturnya.
Dia juga menegaskan, di dalam aturan sudah jelas tercantum luasan kawasan yang harus masuk dalam fasum dan fasos. Kata dia, ada 30 persen dari luas kawasan yang menjadi lahan non efektif, sebagai bagian dari peruntukan PSU.
”Dalam aturannya, untuk perumahan subsidi dengan luas kawasan di bawah 25 hektare, komposisinya itu 70 persen lahan efektif dan 30 persen nonefektif. Nah, nonefektif ini sudah termasuk fasum/fasos dan RTH,” tuturnya.
Hanya saja, di beberapa daerah kondisinya ada yang berbeda. Sebab, pemerintah setempat biasanya meminta luasan lahan lebih luas dari ketentuan yang sudah ada. Hal inilah yang dianggap memberatkan para developer. ”Di beberapa daerah, mereka (pemerintah) minta lagi 20 persen untuk RTH. Ini kan salah, bisa sampai 50 persen lahan nonefektifnya, itu memberatkan. Padahal 30 persen lahan nonefektif itu sudah masuk RTH juga,” tuturnya.