English English Indonesian Indonesian
oleh

Pedagang Dawet di Kota Batu Sandang Guru Besar Bidang Gunung Api

Perjalanan panjang dan melelahkan itu dilalui dengan tiga hari perjalanan naik bus seorang diri dan membawa satu dus penuh buku, satu-satunya harta berharga yang ia miliki. Di Jambi, ia tetap gigih belajar meski harus bekerja di ladang dan toko kelontong, hingga akhirnya berhasil melanjutkan sekolah SD dan SMP yang berjarak puluhan kilometer dari rumah keluarganya di daerah transmigrasi.

Ketika memasuki SMA, Sukir merantau ke Batu, Malang dan bekerja menjual dawet untuk membiayai sekolahnya. Ia memilih Batu Malang karena pendidikan di Kota Apel ini menurutnya lebih baik dibanding di daerah transmigrasi. Sukir akhirnya bersekolah di SMA PGRI Batu. Di sana, kepintarannya dalam fisika mulai bersinar, membawa tim sekolahnya meraih kemenangan dalam lomba cerdas cermat, mengalahkan sekolah-sekolah negeri ternama pada saat itu.

Setelah lulus SMA, Sukir sempat merantau ke Jakarta untuk mencari beasiswa. Meskipun gagal dalam seleksi akhir beasiswa, ia tidak patah semangat. Sukir bekerja keras sebagai operator mesin pemintal benang selama satu tahun, sebelum akhirnya diterima di Jurusan Fisika Universitas Brawijaya. Semasa kuliah, ia juga tetap berdagang, mengumpulkan pundi-pundi rupiah, serta mempertebal tekad untuk terus belajar dan mengubah nasib.

“Saya sempat cuti kuliah selama satu tahun untuk bertemu dengan keluarga dan menabung,” kenang Sukir.

Kegigihannya membuahkan hasil, dan ia berhasil meraih gelar sarjana, lalu melanjutkan pendidikan hingga jenjang S3 dengan beasiswa. Semua studinya berpusat pada Gunung Api, seiring dengan kehidupan sehari-harinya di Batu Malang yang memang dekat dengan salah satu Gunung Api terbesar di Jawa, yaitu Gunung Semeru.

News Feed