English English Indonesian Indonesian
oleh

Kecepatan

Hari-hari ini media masih sibuk dengan berita pilkada. Tentang calon yang disodorkan partai politik. Tentang berbagai drama pencalonan dan dukungan terhadap beberapa figur yang menjadi sorotan publik dan media. Ada figur yang disebut-sebut dihalangi dan bahkan dimajukan seadanya. Termasuk usaha sekelompok orang untuk memborong partai politik yang ada agar mereka bisa tampil menjadi calon tunggal dan cukup bertanding dengan ‘kotak kosong.’

Pesan-pesan sportivitas, kejujuran, kecepatan dan kekuatan yang seharusnya dilombakan secara fair yang membahana dalam bulan-bulan ini, berkumandang dari Olimpiade hingga paralimpiade Paris, sepertinya tidak ada sedikit pun dalam sanubari para politisi dan pemimpin kita.

Upaya untuk mengubah tata cara dan aturan ‘pertandingan’ di ajang Pilpres hingga Pilkada terasa dilakukan oleh sekelompok orang. Menyalahi tradisi menghormati tata cara yang sudah berlaku sejak dulu. Semua mencapai klimaksnya ketika rakyat dan para pro demokrasi harus turun ke jalan dan mengembalikan demokrasi pada jalur terbaiknya.

Kecepatan yang ada dalam semangat berlomba di Olimpiade dan Paralimpiade malah ‘digunakan’ untuk mengubah aturan main atau hal yang dianggap bisa menguntungkan pihak-pihak tertentu. Berusaha secepat mungkin mengubah apa yang bisa lebih baik bagi kelompoknya.

**
Saptoyogo akhir pekan kemarin memberikan pelajaran kepada kita bahwa sebagai seorang yang ‘disabilitas’ — ia telah mencapai sebuah garis salah satu manusia tercepat dunia untuk mengharumkan bangsa dan negaranya. Meskipun ia jauh dari sorotan dan elu-elukan media. Jauh dari euforia media sosial. Namun, sesungguhnya pesan semesta kemampuan menjadi ‘cepat’ harusnya untuk sebuah keinginan baik dan bukan untuk sesuatu yang terasa jauh dari keadilan dan nilai baik yang disepakati orang banyak. Kita sama paham atlet yang paling bengis di masa Yunani kuno pun — berusaha memenangkan pertarungan di dalam arena.

News Feed