English English Indonesian Indonesian
oleh

Awal dari Akhir Jokowi?

Oleh: Andi Yahyatullah Muzakkir, Founder Anak Makassar Voice

Belakangan ini, kita dikejutkan oleh proses RUU Pilkada oleh Baleg DPR RI yang mengatur tentang ambang batas dan batas usia calon Pemimpin Daerah. Upaya ini tampaknya dimaksudkan untuk membatalkan keputusan Mahkamah Konstitusi. Tentunya, hal ini sangat disayangkan karena dapat merusak proses demokrasi yang selama ini kita impikan bersama.

Lihat saja bagaimana Gibran Rakabuming Raka berhasil menjadi calon Wakil Presiden melalui langkah-langkah yang memaksa, dengan memanipulasi Mahkamah Konstitusi untuk mengubah batas usia, demi memenuhi keinginan Jokowi agar putranya menduduki posisi tersebut. Keberhasilan ini sangat meresahkan, karena sebagai Kepala Negara yang seharusnya menjaga proses demokrasi yang baik, Jokowi justru bertindak sebaliknya. Kini, pola yang sama terulang kembali dengan memanipulasi aturan melalui DPR RI terkait RUU Pilkada, yang kemudian membatalkan keputusan Mahkamah Konstitusi. Apakah ini baik untuk demokrasi? Tentu jauh dari kata baik.

Presiden Jokowi secara terang-terangan mengatur lembaga negara dan memperlihatkan kebobrokan rezimnya dalam mengukuhkan nepotisme, sebuah tindakan yang mengkhianati semangat perjuangan aktivis 1998 dan berbagai elemen yang menumbangkan rezim Orde Baru yang sarat dengan nepotisme.

Kejatuhan Orde Baru menandai awal baru bagi demokrasi yang lebih baik dengan semangat reformasi, di mana salah satu nilai perjuangannya adalah menghapus korupsi, kolusi, dan nepotisme. Namun, apa yang terjadi hari ini? Tindakan Jokowi malah lebih kejam dibandingkan era Pak Harto.

Apa dampaknya bagi generasi muda dan seluruh elemen bangsa?

Demokrasi adalah ruang bebas dan merdeka bagi setiap warga negara untuk menunaikan haknya. Namun, dengan adanya nepotisme yang dilakukan secara terang-terangan oleh Jokowi, ruang bagi anak bangsa untuk menjadi pemimpin dengan kualitas yang lebih baik menjadi tertutup. Seorang pemimpin seharusnya memiliki proses panjang yang dilaluinya, ditempa dengan kematangan yang baik. Namun, kita bisa melihat, Kaesang Pangarep baru dua hari bergabung dengan partai, sudah bisa menjadi Ketua Partai PSI.

Sangat disayangkan, kita semua resah dengan langkah-langkah nepotisme ini, apalagi jika dilakukan oleh Presiden sendiri yang seharusnya bertanggung jawab untuk proses demokrasi yang baik. Ketika nepotisme sudah mengakar dalam pemerintahan, lembaga negara, dan instansi pendidikan, serta dilakukan secara nyata oleh Jokowi, maka dapat dipastikan bahwa demokrasi Indonesia hari ini di bawah rezim Jokowi sedang berada pada titik terendahnya.

Mengamati kronologi yang terjadi hingga hari ini, dengan ditandai oleh aksi massa dari berbagai elemen seperti aktivis mahasiswa, anak muda, influencer, rakyat, buruh, hingga guru besar, menunjukkan bahwa nurani kebenaran masih ada. Langkah-langkah keji Jokowi sudah jauh melewati batas. Sebagai insan yang berakal, berpikir, dan cinta tanah air, hal ini sangat tidak dapat kita terima.

Jika Rezim Jokowi secara terang-terangan menguasai lembaga negara untuk kepentingannya dan keluarganya, apakah masih pantas disebut Presiden atau Pemimpin Negara?

Dalam proses ini, rakyat sangat dirugikan. Akumulasi modal dan kekuasaan semua dikendalikan oleh istana. Sangat disayangkan bahwa lembaga negara ini dikendalikan untuk memuluskan niat buruk Jokowi memberi ruang besar pada anak-anaknya dalam kancah politik nasional hingga daerah. Apakah kita menerima kejadian ini? Tentu tidak, sebagai wujud kecintaan kita pada tanah air dan harapan kita untuk demokrasi yang lebih baik.

Pada hari Kamis hingga Jumat kemarin, berbagai gerakan massa aksi oleh mahasiswa, anak muda, influencer, rakyat, hingga guru besar, adalah tanda awal pembangkangan sipil atas ketidaksetujuan terhadap keputusan Jokowi yang memperkuat nepotisme dengan mengantarkan anak-anaknya menjadi Wakil Presiden dan calon Gubernur. Kita sudah kecolongan saat Gibran Rakabuming Raka berhasil menjadi calon Wakil Presiden dengan memaksakan kehendaknya di Mahkamah Konstitusi terkait perubahan batas usia. Dan untuk kedua kalinya, kita tidak menginginkan hari ini jika dengan memanipulasi DPR RI dengan RUU Pilkada untuk membatalkan keputusan Mahkamah Konstitusi.

Oleh karena itu, hingga tanggal 27 Agustus 2024, semua elemen yang masih peduli terhadap demokrasi yang baik harus tetap waspada dan terus memantau perkembangan. Sudah pernah terjadi rapat paripurna dan pengambilan keputusan di dini hari, saat kita telah beristirahat dan tidak memperhatikan perkembangan yang ada.

Sebagai wujud kepedulian kita terhadap demokrasi yang baik, kita harus terus aktif mengawal keputusan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 27 Agustus 2024.

Di sisi lain, kita patut berbangga dengan adanya gerakan massa aksi besar-besaran dari daerah hingga pusat yang menunjukkan bahwa rakyat sebagai bagian penting dalam demokrasi menolak keras sikap nepotisme Jokowi dengan menguasai lembaga negara untuk kepentingan keluarganya. Dapat dipastikan, ini adalah awal kejatuhan dan keruntuhan Rezim Jokowi.

Apakah benar ini adalah awal dan akhir Jokowi?

Salam Anak Muda

News Feed