Dalam beberapa hari terakhir, kita telah melihat partai-partai politik mengumumkan calon yang akan mereka usung. Ada suasana baru yang lahir di antara kandidat dan partai pengusung, pasca-keluarnya Putusan MK nomor 60 dan 70 Tahun 2024 yang mengatur syarat pencalonan dari parpol dan batas usia paslon minimal 30 tahun pada saat penetapan KPU. Beberapa parpol dan calon yang sebelumnya tak bersyarat, menjadi bergairah kembali untuk dapat mengusung calonnya sendiri. Aksi borong partai dan calon tunggal pun gagal.
Pendaftaran pasangan calon Pilkada Serentak 2024 dimulai Selasa (27/8) hari ini hingga Kamis (29/8). Partai politik telah bekerja keras dalam memilih calon-calon terbaik yang akan bersaing di berbagai tingkatan, mulai dari bupati dan walikota hingga gubernur. Proses ini menandai awal dari tahap yang krusial dalam demokrasi lokal kita, di mana pemilih akan segera mengetahui siapa saja yang akan berkompetisi untuk memimpin daerah mereka.
Dalam dua hari ke depan, masyarakat Indonesia akan melihat secara pasti siapa saja calon pemimpin yang akan maju dalam Pilkada ini. Sementara banyak tokoh selama berbulan-bulan sebelumnya telah melakukan sosialisasi sebagai bakal calon, meski pada akhirnya hanya mereka yang mendapatkan rekomendasi partai melalui dokumen B.1-KWK yang benar-benar dapat mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini menegaskan pentingnya proses internal di partai politik dalam menentukan calon yang akan maju.
Namun, dalam menghadapi pilihan ini, kita sebagai pemilih harus tetap kritis. Jangan sampai kita tergoda oleh uang atau tekanan dari pihak tertentu. Memilih pasangan calon yang hanya mengandalkan kekayaan tanpa memperhatikan kapabilitasnya akan merugikan kita semua. Sebagai pemilih yang cerdas, kita harus menilai calon berdasarkan rekam jejak, kemampuan individu, jejak digital, dan prestasi mereka. Pilkada ini seharusnya menjadi momentum bagi kita untuk memilih pemimpin yang berkualitas, bukan sekadar orang yang kaya atau berkuasa.