“Halo, Nek, ada apa?” tanya Anah.
Raut wajah Anah berubah serius saat mendengarkan neneknya berbicara. Sinta dan Kaila saling berpandangan, penasaran dengan apa yang terjadi.
Setelah menutup telepon, Anah menghela napas panjang. “Teman-teman, ada perubahan rencana.”
“Ada apa, Nah?” tanya Sinta cemas.
“Nenek baru saja memberitahu bahwa besok ada acara syukuran mendadak di rumah Pak Lurah. Mereka kekurangan kue tradisional dan nenek menyarankan kue benang kusut kita,” jelas Anah.
Kaila terlihat bingung. “Lalu bagaimana dengan rencana kita berjualan di pasar?”
Anah tersenyum kecil. “Yah, sepertinya kita harus membagi dua hasil produksi kita. Setengah untuk acara syukuran, setengah lagi untuk dijual di pasar. Ini kesempatan bagus untuk memperkenalkan kue kita ke lebih banyak orang.”
Mereka pun sepakat untuk menambah jumlah produksi. Sinta mengusulkan ide untuk membuat kartu nama sederhana yang bisa disertakan dengan kue yang akan diantar ke acara syukuran.
Malam makin larut, tetapi semangat mereka tidak surut. Sambil membuat kue, mereka berbagi cerita dan tawa. Kaila bahkan mulai bernyanyi lagu daerah untuk menghibur teman-temannya yang mulai kelelahan.
Keesokan paginya, mereka bangun lebih awal dari rencana semula. Anah dan Sinta bersiap untuk mengantar kue ke rumah Pak Lurah, sementara Kaila menyiapkan stan mereka di pasar.
Di rumah Pak Lurah, Anah dan Sinta disambut hangat. Mereka bahkan diundang untuk ikut acara syukuran sebentar. Tak disangka, banyak tamu yang tertarik dengan kue benang kusut buatan mereka dan meminta kartu nama untuk pemesanan.