Oleh: Firmansyah (Divisi SDM PPS Desa Pattinoang, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, Sulsel)
Di waktu mendatang, masyarakat Indonesia di beberapa daerah kembali akan menyalurkan hak pilihnya di TPS untuk pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, serta Gubernur dan Wakil Gubernur.
Perhelatan lima tahunan itu digelar pada 27 November 2024. Sebagai warga negara yang taat terhadap ketentuan demokrasi, tentu kita menyambut hal itu dengan riang gembira dan penuh semangat. Karena Kita sebagai masyarakat adalah intisari dari demokrasi.
Abraham Lincoln mengatakan, bahwa demokrasi ialah pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Sebuah pendapat yang menegaskan bahwa rakyat adalah kunci demokrasi, dalam hal ini pemilu. Termasuk pemilihan kepala daerah yang akan datang.
Apa yang diproklamirkan oleh Abraham Lincoln itu, sejalan dengan tagline ‘Pilkadata’ yang digaungkan oleh KPU Provinsi Sulawesi Selatan dan seluruh penyelenggara yang akan menjalankan tugas mulianya sebagai badan adhoc KPU.
Pilkadata adalah akronim dari ‘Pilkada Untuk Kita’. Sebuah kalimat yang kedengarannya mungkin saja sederhana, tetapi sesungguhnya menampung makna yang amat dalam.
Ini semacam penegasan kepada kita semua, bahwa Pilkada bukan milik perseorangan atau sekelompok orang, bukan pula milik golongan tertentu, tetapi milik seluruh masyarakat dari semua elemen yang sudah memenuhi syarat untuk memberikan hak pilihnya.
Tagline Pilkadata bukan sekadar tagline. Ini memberikan angin segar dan energi positif terhadap masyarakat. Bahwa demokrasi memungkinkan untuk menghidupkan ketaatan warga negara terhadap negaranya dan menghadirkan keharmonisan sebagai sesama makhluk politik.
Slogan Pilkadata dan Demi Sebuah Kerukunan
Slogan Pilkadata memberikan kebebasan secara sopan kepada seluruh masyarakat untuk menentukan hak pilihnya. Tetapi pada prinsipnya, tak hanya sekadar memberikan hak pilih. Slogan Pilkadata mengajak masyarakat agar menjalani seluruh proses Pilkada dengan suasana batin yang tenang dan pikiran yang arif. Agar tak ada intrik-intrik yang dapat mencederai nilai-nilai demokrasi.
KPU bersama badan adhocnya baik di level kecamatan hingga di tingkatan desa, telah membangun komitmen untuk menyelenggarakan Pilkada dengan baik sesuai prinsip-prinsip yang ada.
Buktinya, per hari ini, penyelenggara telah melaksanakan tahapan Pilkada mulai dari pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih hingga pleno daftar pemilih hasil pemutakhiran (DPHP) baik di level desa, kecamatan, maupun kabupaten. Hal itu dilakukan tak lain dan tak bukan ialah untuk mempersiapkan pelaksanaan Pilkada yang berkualitas dan berintegritas.
Jika diresapi dengan baik, kata ‘untuk kita’ yang ada dalam slogan Pilkadata bukanlah kata sembarangan. Ini semacam mantra ampuh yang dapat menembus qalbu dalam menjaga kesadaran masyarakat untuk berdemokrasi. Setiap orang yang membaca slogan Pilkadata tentunya akan merefleksi dirinya sendiri. Bahwa jaminan suksesnya Pilkada yang akan mendatang ada pada diri kita masing-masing.
Seperti yang diuraikan diatas, slogan Pilkadata memberikan energi yang positif. Tidak hanya mengaktifkan kesadaran masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya dengan baik, tetapi juga mengaktifkan kesadaran masyarakat untuk bergandengan tangan dalam menyambut Pilkada di Sulsel demi terciptanya kerukunan antar manusia di tengah situasi politik.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita menjadikan slogan Pilkadata ini sebagai penetralisir di tengah situasi politik yang mungkin saja akan keras. Apalagi ini adalah momentum Pilkada yang setiap tahunnya selalu diwarnai dengan ketegangan. Masyarakat Sulsel harus betul-betul meresapi makna tersirat dibalik Pilkadata, yaitu menjadi pemilih yang mengedepankan kejujuran dan kerukunan.
Kalau makna-makna itu benar-benar diserap dengan baik, penulis meyakini keberlangsungan Pilkada ke depan di Sulawesi Selatan akan berjalan dengan baik pula. Masyarakat Sulsel harus betul-betul menjadikan dirinya masing-masing sebagai kunci suksesnya Pilkada.
Menjadi Penyelenggara Adalah Jalan Jihad
Menjadi seorang penyelenggara pada perhelatan demokrasi adalah tugas berat tetapi sesungguhnya sangat mulia. Bagi penulis, menjadi seorang penyelenggara pilihannya hanya ada dua; ‘hidup mulia’ atau ‘mati syahid’. Ya, kira-kira begitu.
Mengapa?
Karena ada begitu banyak hal yang harus dipertanggungjawabkan dalam menyongsong pelaksanaan Pilkada sampai benar-benar tuntas. Bayangkan saja, penyelenggara harus bertanggung jawab atas semua data-data masyarakat yang memang secara prosedural sudah memenuhi syarat untuk memilih. Dan jumlah data itu bukan hitungan jari loh, tetapi ribuan. Bahkan puluhan ribu.
Lebih dari itu, secara sosiologis penyelenggaraan juga punya tanggung jawab untuk mensosialisasikan segala bentuk tahapan dan pelaksanaan Pilkada. Agar masyarakat melek terhadap seluruh proses dan tahapan yang akan dilangsungkan.
Sebagai satu contoh, penulis mengambil sampel di Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar. Dimana PPK dan PPS di daerah itu berkolaborasi melaksanakan sosialisasi Pilkada dengan cara yang kreatif mulai dari menyebarkan selebaran/brosur hingga melakukan pemasangan ratusan banner di jalan raya berisikan ajakan mencoblos pada tanggal 27 November 2024 nanti.
Tugas-tugas penyelenggara oleh penulis dianggap bukan sesuatu yang mudah. Kita membutuhkan energi perasaan, pikiran, dan tenaga yang memadai. Oleh sebab itu, harapan terlaksananya Pilkada dengan baik adalah sebuah kemuliaan yang harus terus diperjuangkan.
Di sinilah kita harus menyadari, bahwa ternyata menjadi penyelenggara itu adalah jalan jihad. Bagaimana tidak, Pilkada menyangkut hajat hidup orang banyak. Yang kita perjuangkan adalah titik awal masa depan masyarakat dan sebuah daerah.
Penyelenggara telah mengikrarkan sumpah serapah lahir dan batin demi suksesnya Pilkada 2024. Komitmen penyelenggara bukan main-main loh, mereka rela mengorbankan segalanya demi menjalankan tugasnya dengan baik. Bahkan di momen yang berlalu, ada yang sampai mengorbankan nyawanya.
Mari kita tengok kejadian di Pilpres 2019. Dimana ada sekitar 800 KPPS yang juga merupakan bagian dari penyelenggara meninggal demi satu tugas mulia; mensukseskan perhelatan demokrasi. Penulis tidak mengharapkan kejadian itu berulang, sama sekali tidak. Tetapi sebagai sebuah refleksi, kita dapat menyimpulkan bahwa memang menjadi penyelenggara tidak segampang membalikkan telapak tangan.
Oleh sebab itu, menurut hemat penulis, semua perjuangan yang dilakukan oleh penyelenggara baik yang teknis maupun administratif merupakan sebuah jalan jihad. Yang jika hidup in Syaa Allah mulia. Jika mati, in Syaa Allah syahid. Kira-kira begitu.
Penyelenggara menjadi salah satu garda terdepan pelaksanaan Pilkada yang betul-betul bekerja maksimal. Sebagai garda terdepan, loyalitas dan tanggung jawab penyelenggaraan tak perlu diragukan lagi.
Masyarakat tak perlu ragu kepada penyelenggara. Karena penyelenggara merupakan manusia-manusia pilihan yang tentu sudah memenuhi kualifikasi untuk menjalankan tugasnya. Apalagi, KPU adalah lembaga resmi yang memiliki ketajaman pemikiran dan penggemblengan yang baik dalam mengoperasikan sumber dayanya.
Namun, walaupun demikian, jika merujuk pada slogan Pilkadata, pada prinsipnya ada pesan moral dan filosofis yang harus diwujudkankan. Bahwa semua elemen baik masyarakat, peserta pemilu, pemerintah, Polri, TNI, badan pengawas, dan yang lainnya juga harus memberikan kontribusi besar untuk suksesi Pilkada 2024. Karena menjalankan demokrasi terutama suksesi Pilkada adalah tanggung jawab kolektif. Tanggung jawab seluruh masyarakat Indonesia. Itulah Pilkada Untuk Kita.