English English Indonesian Indonesian
oleh

Tujuh-belasan

SuarA: Nurul Ilmi Idrus

Di Indonesia setiap menjelang, saat, dan beberapa hari setelah tanggal 17 Agustus, bangsa Indonesia bersuka ria menyambut dan merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Biasanya penyambutan dan perayaan ini disertai dengan berbagai kegiatan. Selain upacara, kegiatan-kegiatan yang lazim dilakukan adalah: kegiatan lomba yang bentuknya juga bermacam-macam dan terjadi dimana-mana dari Sabang sampai Merauke. Indonesia bernuansa merah-putih, tidak saja pakaian yang digunakan, tapi juga printilan-printilan bernuansa merah-putih “berkibar” dimana-mana.

Hal-hal yang diperlombakan sangat bervariasi, ada yang memang menjadi lomba yang telah rutin dilakukan dari tahun ke tahun, seperti panjat pinang, tarik tambang, balap bakiak, lari karung, makan kerupuk, memasukkan paku ke botol, baris-berbaris dari anak SD hingga bapak-bapak/ibu-ibu bahkan nenek-nenek/kakek-kakek, dll. Tapi dari tahun ke tahun, selalu ada sesuatu yang baru atau yang dimodifikasi, sehingga lomba-lomba tersebut semakin bervariasi dan up to date, ada lomba menggendong istri; menguji kekompakan suami-istri; fashion show bagi ibu-ibu; futsal pakai sarung bagi bapak-bapak, dll. Soal menang atau tidak, bukan sesuatu yang dipermasalahkan. Yang jelas mereka bebas mengekspresikan diri melalui lomba-lomba tersebut. Merdeka!

Namun, apakah bangsa Indonesia betul-betul telah merdeka? Kenapa pertanyaan ini muncul? Ini karena justru di saat bangsa Indonesia akan merayakan kemerdekaan yang ke-79 tahun muncul kekisruhan terkait dengan pelepasan jilbab saat pengukuhan. Hal ini didasarkan pada Keputusan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) No. 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, yang ditandatangani pada tanggal 1 Juli 2024, sebagai perubahan atas Peraturan BPIP No. 3 Tahun 2022. Perubahan aturan ini dimaksudkan untuk menjaga kesakralan, wibawa, identitas, dan kedisiplinan Paskibraka. Pada kenyataannya, aturan yang mengatasnamakan keseragaman itu malah yang melunturkan nilai kesakralan dari perayaan kemerdekaan Indonesia itu sendiri. Saat pengukuhan Paskibraka, 18 anggota Paskibraka perempuan yang berjilbab dikukuhkan tanpa berjilbab pada tanggal 13 Agustus 2024, dan kekisruhan merebak.

Kejadian ini mengingatkan kita pada era 80an ketika terjadi kekisruhan soal pelarangan berjilbab bagi siswa sekolah negri. Ada perdebatan terkait ini, antara apakah memang ada pelarangan tersebut atau hanya karena jilbab masih belum populer kala itu atau ada ketakutan pemerintah akan bangkitnya gerakan Islam kala itu. Fobia terhadap Islam terlalu kuat, sehingga pengamalan Pancasila menjadi terabaikan.

Dalam konteks Paskibraka, seyogianya BPIP berada di garda terdepan dalam kaitan dengan keberagaman sebagaimana makna Bhinneka Tunggal Ika. Namun BPIP justru menjadi agen kekisruhan dan mencederai kebhinnekaan itu sendiri. Kejadian ini justru menunjukkan bahwa BPIP tidak memiliki kepekaan terkait, melanggar konstitusi, dan hak azasi manusia. Padahal memakai jilbab tidak memengaruhi jalannya pengukuhan maupun upacara kemerdekaan. Ketika itu BPIP tidak saja didesak untuk mengizinkan anggota Paskibraka jilbaber dapat kembali menggunakan jilbab, tapi BPIP juga didesak untuk mencabut peraturan Keputusan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) No. 35 Tahun 2024.

Finally, para Paskibraka jilbaber yang berjumlah 18 orang itu dapat mengikuti upacara dengan berjilbab, namun pelarangan tersebut tetap menjadi pertanyaan yang harus dijawab oleh BPIP karena sesungguhnya pembentukan BPIP adalah sebagai upaya untuk merevitalisasi Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKPIP). Lembaga yang dibentuk pada 28 Februari 2018 ini dimaksudkan untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kenapa justru hal itu dilanggar? What a contradictory action!

News Feed