Oleh: Dr Rahmad M Arsyad
(Koordinator Bakar) Barisan Kader Golkar
Peristiwa yang menimpa Airlangga Hartarto, Ketua Umum Golkar sebenarnya memberikan pelajaran, “Golkar tidak lagi menggetarkan” dan “Beringin tidak lagi kokoh menjadi pelindung bagi kader-kadernya untuk bernaung”
Jika kita kaji, sebenarnya ada dua peristiwa besar yang akan saling berhimpitan dan akan menimbulkan gejolak pasca-peristiwa mundurnya secara mendadak ketua umum Golkar.
Pertama, mundurnya ketua umum Golkar hampir dipastikan adalah persoalan eksternal dan bukan gejolak internal dalam tubuh Golkar, tentu peristiwa ini sudah banyak dikaji dan diketahui oleh publik secara luas.
Kedua, kondisi ini akan menjadi lebih luas lagi jika konflik yang di depan mata tidak segera di redam. Yakni, pembangunan soliditas bersama ke dalam tubuh Golkar.
Patut diketahui beberapa hari terakhir sejumlah rekomendasi kepala daerah yang telah dikeluarkan oleh DPP partai Golkar yang justru tidak diberikan bagi kader internal Golkar, ibarat api dalam sekam justru berpotensi akan membakar habis Beringin.
Pertemuan dua arus besar yakni kepentingan kendali eksternal yang akan saling bertemu dengan kekecewaan internal di depan mata masa pilkada tidak bisa dipandang remeh dan bisa jadi akan benar-benar menjadi pukulan yang kuat saat soliditas partai sedang dibutuhkan.
Ibarat pohon, jika Golkar kuat menghadapi serangan eksternal maka gejolak internal dalam tubuh kader yang kecewa tidak bisa di pandang sebelah mata dan justru akan mencabut akar beringin.
Suara-suara bahwa Golkar yang tidak lagi angker, karena selama ini, Golkar dikenal lebih mengutamakan kader yang dibawah pohon beringin dibandingkan di bawah kendali eksternal justru akan lebih mengancam keutuhan partai Golkar.
Bahwa Golkar benar-benar di didikte oleh kepentingan luar dan kadernya tidak berdaya menghadapi tekanan dari pihak luar.
Akumulasi kekecewaan barisan kader yang berharap rekomendasi ketika diperhadapkan dengan realitas, dimana setiap kader justru digugurkan oleh mereka yang berada dari luar partai dengan sejumlah alasan pragmatis politik, kini akan menjadi ancaman tersendiri di dalam tubuh partai.
Indikasi bahwa partai Golkar sebagai partai politik tidak lagi menjalankan fungsinya sebagai kaderisasi dan rekrutmen kepemimpinan politik tidak lagi berfungsi dan menggetarkan.
Karena itu, jika ingin bijak dan menghindari pertemuan dua arus gejolak eksternal menjadi gejolak internal yang meluas, maka sebaiknya para pimpinan DPP Partai Golkar harus mempertimbangkan situasi yang ada dan meredamnya dengan memberikan prioritas bagi kader-kaderGolkar yang akan maju berlaga, karena jika tidak, bukan tidak mungkin dua arus besar ini akan mengubah beringin menjadi bonsai dan Golkar menjadi tidak angker dan menakutkan lagi. (*)