Viral dua murid kelas dua SD, Muhammad Ammar (7) dan Rifki (7) tiap hari harus menggunakan sampan menyeberangi Sungai Tangka ke Kabupaten Sinjai untuk bersekolah.
Padahal, keduanya warga Bone. Mereka tak takut. Sungai deras mereka seberangi, demi bisa sekolah. Keluarga murid, Indriani mengaku pascaviral, belum ada langkah dari pemerintah setempat, baik dari Bone maupun Sinjai.
“Belum ada, Pak, sampai sekarang,” jelasnya, Minggu, 4 Agustus.
Semua anak-anak yang ada di kawasan itu menggunakan perahu ke sekolah, tak hanya Ammar dan Rifki. Ini terpaksa dilakukan, sebab tak ada akses jalan darat yang bisa digunakan. Terlebih jarak sekolah di desanya sangat jauh dibanding harus ke Bone untuk bersekolah.
“Ndak ada akses lain selain sampan untuk menyeberang. Itu tidak ada akses jalan, ndak bisa. Kita tinggal di pinggiran sungai,” jelasnya.
Aktivitas murid ini sudah dilakukan selama puluhan tahun, termasuk Andriani sewaktu masih menempuh pendidikan SD. Dia harus menggunakan sampan untuk ke sekolah.
Ammar dan Rifki sudah yatim, sehingga tak ada yang bisa mengantarkan mereka ke sekolah. Sementara para murid harus menyeberang sekitar 10 sampai 15 menit menggunakan perahu dengan jarak sekitar 200 meter.
“Ini keluarga semua, sepupu, memang tidak diantar, berdua saja,” sambung Andriani.
Respons Dewan
DPRD Bone pun mendesak Dinas Pendidikan untuk mengambil tindakan terkait dua murid di Desa Massangkae, Kecamatan Kajuara, Bone, itu.
Anggota Komisi IV DPRD Bone Andi Muhammad Salam menilai aktivitas yang dilakukan tanpa pendampingan kedua orang tua tersebut berbahaya. Disdik mesti mencari solusi terhadap aksi menantang “maut” kedua murid itu.