BONE, FAJAR-APBD Bone dilaporkan defisit. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bone terlilit utang, sehingga belanja tak optimal. Akibatnya, TPP belum terbayarkan dan pendapatan yang sulit tercapai.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembanguan (Bappeda) Bone Ade Fariq Ashar masalah APBD ini terjadi akibat strukur birokrasi yang terlalu gemuk.
Berdasarkan Permendagri No 86/2017 tentang Tata Cara Pengendalian Evaluasi, diperkuat Permendagri No 90/2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah, OPD di Bone dinilai terlalu gemuk.
Jika mengacu pada regulasi, idealnya OPD dalam birokrasi pemerintahan hanya 29 saja. Sementara Bone memiliki 40, OPD termasuk RS ditambah dengan 27 camat.
“Jadi kalau gemuk susah gerak. Anggaran sudah kurang, baru harus terbagi lagi di banyak (OPD),” ujar Ade saat ditemui FAJAR di kantornya, Jumat, 2 Agustus.
Alhasil program sulit berjalan optimal, karena adanya keterbatasan anggaran. Makanya OPD butuh perampingan ke depan. Hanya saja kewenangan perampingan kembali kepada kepala
daerah sebagai pemegang hak prerogatif.
Apalagi terkait masalah jabatan kepala OPD ini kerap kali masih disangkutpautkan dengan urusan politik dan gaya kepemimpinan masing-masing.
“Tidak bisa juga dibantah, karena yang menggunakan pegawai kan pejabat politik. Kalau Pak Bupati-nya mau 40, ya, tetap begini,” sambungnya.
Yang jelas, hal ini telah melewati kajian dan tetap akan direkomendasikan kepada calon nantinya apakah akan diterima atau tidak.
“Ini pandangan teknokratiknya, ya, bisa dilihat di 2025 desain terkait penyederhanaan organisasi Bone bisa memanfaatkan potensi-potensinya kalau ini dirampingkan, tidak ada jalan lain,” jelasnya.