Di kalangan pemikir dan cendekiawan Islam, Seyyed Hossein Nasr adalah salah satu tokoh Islam yang sudah cukup lama, sejak tahun 60-an, melontarkan respons atas krisis yang terjadi ini.
Bagi Nasr, krisis ekologi lingkungan dan pelbagai jenis merusakan Bumi yang telah berlangsung sejak lama, berakar pada krisis spiritual dan eksistensial manusia modern pada umumnya. Dan pandangan Seyyed Hossein Nasr ini, sudah jauh mendahului Arne Naess yang menggagas pandangan Deep Ecology ataupun Murray Bookchin, pencetus Ekologi Sosial.
Dalam konteks itu, maka mestinya pemuka agama mengambil peran yang lebih progresif. Tokoh-tokoh agama harus mendakwahkan kepada masyarakat mengenai urusan lingkungan. Hal ini mesti diulang-ulang, agar bisa dipahami bahwa ketika kerusakan ekologi lingkungan terjadi, dampakya akan begitu luas.
“Tidak hanya terhadap alam tetapi juga kepada manusia sendiri. Oleh sebab itu, gagasan dan pemikiran yang pernah dilahirkan para ulama dan tokoh Islam, seperti KH Ali Yafie lewat bukunya Merintis Fiqih Lingkungan Hidup (2006), Syeikh Abdullah Jawadi Amuli dengan Islam dan Lingkungan Hidup: Tinjauan Qurani Holistik (2007), dan Prof Quraish Shihab melalui Islam dan Lingkungan: Perspektif Al-Qur’an Menyangkut Pemeliharaan Lingkungan (2023), mesti dipercakapkan dan dipublikasi secara lebih luas, agar pemahaman umat terhadap masalah lingkungan bisa lebih meningkat serta lebih baik,” ungkap Muttaqin menutup presentasinya.
Hossein Nasr pernah menulis, krisis lingkungan bisa dikatakan bahwa penyebabnya karena penolakan manusia untuk melihat Tuhan sebagai “lingkungan” nyata, yang mengelilingi manusia dan memelihara kehidupannya.