FAJAR, PINRANG — Eksekusi 21 bangunan di Desa Maroneng, Kecamatan Duampanua, Kabupaten Pinrang berakhir ricuh. Kericuhan antara warga dan polisi saat proses eksekusi 21 bangunan di Kabupaten Pinrang menimbulkan korban.
Salah seorang pemuda bernama Haidir Ali, mengalami babak belur diduga mendapat tindakan represif oleh oknum polisi yang mengamankan proses eksekusi rumah warga tersebut.
“Saya dipukul, ditendang sampai diseret. Ada anggota (polisi) yang pakai baju seragam ada juga yang pakai baju biasa,” kata Haidir Ali, Senin, 29 Juli 2024.
Haidir mengungkapkan bahwa pada saat itu dirinya berusaha melakukan mediasi kepada pihak kepolisian agar tidak menembakkan gas air mata ke arah warga.
Namun saat Haidir bertemu dengan Kapolres Pinrang, AKBP Andi Wicaksono, ia mengaku langsung ditarik oleh oknum polisi kemudian diseret sambil dipukuli.
“Pada saat mediasi, saya bicara dengan Kapolres sambil menunggu apa keputusan masyarakat. Tapi kenapa tiba-tiba saya ditarik dan dipukuli di depan Kapolres dan diseret,” bebernya.
Akibat kekerasan yang diterimanya itu, Haidir mengalami luka robek di bagian kepala, dagu, dan mata sebelah kiri lebam. Saat ini Haidir masih menjalani perawatan intensif di RS Madising Bungi, Kecamatan Duampanua, Pinrang.
Diketahui, kericuhan tersebut bermula saat pihak keamanan mendatangi lokasi eksekusi namun langsung diadang warga desa.
Warga memblokade beberapa jalan menuju lokasi dengan cara membakar ban bekas. Juga memalang jalan menggunakan batang pohon.
Tidak sampai di situ, warga juga melempari petugas dengan batu. Meredam aksi warga, polisi lantas menembakkan gas air mata dan water cannon.