Aidir Amin Daud
Akhir pekan lalu — kembali ada kejutan dari berita judi online yang sudah ‘menyesakkan’ kita semua. Bukan soal oknum ‘T’ yang diberitakan mengendalikannya tetapi karena berdasarkan data PPATK: 1.160 Anak di Bawah 11 Tahun ikut bermain dengan transaksi mencapai angka Rp3 Miliar. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan PPATK juga menemukan adanya anak usia 11 hingga 16 tahun bermain judi online. Total transaksi mencapai Rp7,9 miliar. Dan yang lebih menyedihkan lagi menurut PPATK — anak remaja yang berada di usia 17-19 tahun dan anak yang dalam proses disiapkan untuk masa depan negeri ini ternyata sekitar 200 ribuan orang sudah terlibat judi online dengan total transaksi mencapai angka Rp300 miliaran. Ada apa dengan negeri ini? Pemimpinnya begitu banyak yang terlibat korupsi dan begitu banyak kalangan — termasuk beberapa penegak hukum — yang terlibat dengan narkoba.
**
Judi kadang sudah seperti budaya di banyak kalangan masyarakat. Ada sabung ayam yang sesungguhnya judi. Ada judi di balik pertandingan sepak bola. Banyak hal yang dijudikan orang. Dan ketika ada oknum bandar yang menyediakan sarana judi online (yang kata orang pasti dimenangkan bandar), maka begitu banyak orang terhipnotis untuk ikut ‘membuang’ uangnya.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) misalnya pernah menyebut transaksi terkait judi online pada Januari hingga Maret 2024 mencapai lebih dari Rp100 triliun. Bayangkan dalam waktu 3 bulanan sekitar Rp100 triliun uang dihimpun para bandar. Berdasarkan hitungan dua-tiga tahun terakhir ada sekitar Rp600 triliun uang sudah diserap ke transaksi judi online.
Meskipun dalam jumpa-pers terakhirnya pekan lalu PPATK menyatakan bahwa saat ini ada tren penurunan terkait transaksi judi online itu. Namun, menurut PPATK tetap harus diwaspadai terkait pola baru transaksi judi online tersebut, karena demand yang besar. Kita meyakini bahwa penurunan transaksi itu karena adanya upaya besar pemerintah dan adanya sinergitas antar lembaga yang semakin kuat saat ini, apalagi dalam Satgas di bawah pimpinan Menko Polhukam. Sama kita ketahui Presiden Jokowi memang telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan judi online sebagai salah satu langkah tegas dalam memberantas praktik judi online di Indonesia. Menko Polhukam Hadi Tjahjanto pun ditunjuk untuk memimpin satgas tersebut.
**
Di dalam cerita klasik Mahabarata ada penggalan kisah tentang bagaimana Pandawa dikalahkan Kurawa di meja judi. Kisah ini relevan hingga sekarang. Puntadewa anak pertama dari Pandawa mempertaruhkan Kerajaan Indraprasta beserta jajahannya di atas meja judi dengan Kurawa.
Berdasarkan catatan yang dituliskan orang — di masa kolonial Belanda, perjudian menjadi lebih terorganisir dan dilegalkan dalam beberapa bentuk oleh pemerintah kolonial. Pemerintah kolonial melihat judi sebagai sumber pendapatan yang signifikan dan mengatur berbagai jenis judi, casino hingga lotere dan balap kuda.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, pemerintah baru menghadapi tantangan dalam mengatur judi. Pada awal kemerdekaan, perjudian tetap ada meskipun dengan regulasi yang lebih ketat. Namun, pada tahun 1970-an, pemerintah Indonesia di bawah rezim Orde Baru mulai mengambil langkah-langkah drastis untuk memberantas perjudian dengan alasan moral dan sosial. Judi dilarang secara tegas, dan berbagai operasi perjudian ilegal dibubarkan. Namun ‘budaya’ dan ‘naluri’ berjudi tetap menjadi ‘hobi’ banyak orang. Begitu banyak orang yang memiliki uang berjudi hingga ke Singapura dan negara judi lainnya. Dan kini ratusan ribu anak-anak kita menikmati judi online.**