English English Indonesian Indonesian
oleh

Hak Hukum atas Palestina

Aidir Amin Daud

Berita gembira bagi Palestina. Keadilan bagi Palestina yang mungkin tetap susah untuk dinikmati oleh Palestina. Jumat pekan lalu di Den Haag, Nawaf Salam — Hakim Ketua Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) — memutuskan pendudukan Israel atas wilayah Palestina selama beberapa dekade adalah ilegal dan harus diakhiri secepat mungkin. Pengadilan juga memerintahkan Israel segera angkat kaki dari wilayah Palestina karena keberadaannya melanggar hukum. Menurut putusan ICJ: “Kebijakan dan praktik Israel, termasuk pembangunan pemukiman baru dan pembuatan dinding pemisah antara wilayah-wilayah tersebut, mengarah pada aneksasi bagian-bagian besar dari wilayah yang diduduki.

Tentu saja suara menentang putusan langsung datang dari para Zionis. Setidaknya Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengkritik keputusan ICJ tersebut. Ia menyebut keputusan tersebut berdasarkan kebohongan. Ia menegaskan, “Bangsa Yahudi bukanlah penjajah di tanah air mereka sendiri, tidak di ibu kota abadi kami, Yarusalem, maupun di warisan leluhur kami di Yudea dan Samaria (Tepi Barat yang diduduki).”

Kita sama menunggu, bagaimana masyarakat Internasional dan terutama negara pendukung Israel menanggapi putusan ICJ. Adalah sesuatu yang mungkin mustahil bagi Israel dan sekutu pendukungnya untuk menerima dan menjalankan putusan yang diberikan ICJ. Sebuah hak dan hukum atas kepastian wilayah Palestina. Sebuah kepastian wilayah dan kedaulatan yang menjadi milik Palestina yang sudah dicaplok selama beberapa dekade oleh Israel.

**
Beberapa waktu yang lalu di Beranda ini pernah dituliskan tentang seorang tokoh Yahudi – Israel yang bernama Theodor Meron (94 tahun). Dia adalah anggota Komite di International Criminal Court (ICC) — yang terdiri dari para ahli hukum terkemuka termasuk di bidang hukum perang. Theodor adalah anggota komite yang saat itu menyatakan meyakini bahwa PM Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant telah melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam yurisdiksi ICC.

Atas putusan itu Gershom Gorenberg — seorang jurnalis Israel dan sejarawan — menuliskan sekaligus mengungkapkan perjalanan hidup Theodor. Ia ternyata mantan diplomat Israel dan penyintas Holocaust (lahir pada tahun 1930 dari keluarga Yahudi kelas menengah di Kalisz, Polandia. Masa kecilnya bahagia tapi hanya berlangsung 9 tahun. Kebahagian keluarganya berakhir saat invasi Jerman. Dia selamat dari Holocaust saat tinggal di ghetto dan kamp kerja paksa Nazi. Sebagian besar keluarganya tidak).

Gorenberg pernah melakukan penelitian tentang sejarah pemukiman Israel di wilayah pendudukan ‘The Accidental Empire’ dan saat meneliti 20 tahun lalu itulah yang menemukan nama ‘T.Meron’ terkait PM Israel saat itu Levi Eshkol — dalam salah satu yang file yang diklasifikasikan sebagai ‘paling rahasia’.

Tepat setelah Perang Enam Hari pada tahun 1967, Theodor ditunjuk sebagai penasihat hukum kementerian—yang sebenarnya merupakan otoritas tertinggi pemerintah Israel dalam hukum internasional—saat ia berusia 37 tahun.

Saat itu, Perdana Menteri Eshkol sedang mempertimbangkan apakah Israel harus membangun pemukiman di wilayah yang telah ditaklukkannya dalam perang tak terduga tiga bulan sebelumnya.

Saat itu Meron memberikan pertimbangan: bersifat kategoris: Membangun dan menempatkan kalangan sipil di wilayah yang dikelola bertentangan dengan ketentuan eksplisit Konvensi Jenewa Keempat. Konvensi tahun 1949 tentang perlindungan warga sipil pada saat perang, jelasnya, melarang kekuatan pendudukan memindahkan sebagian penduduknya ke wilayah yang diduduki. Meron saat itu menegaskan ketentuan itu, bertujuan untuk mencegah penjajahan oleh negara penakluk. Pekan lalu, pendapat Theodor dikuatkan ICJ.***

News Feed